Tuesday, November 26, 2013

Penjelasan Ayat Q.S Al Mujadilah : 7

Nama : Asyhari Amri

öNs9r& ts? ¨br& ©!$# ãNn=÷ètƒ $tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# ( $tB Ücqà6tƒ `ÏB 3uqøgªU >psW»n=rO žwÎ) uqèd óOßgãèÎ/#u Ÿwur >p|¡÷Hs~ žwÎ) uqèd öNåkޝϊ$y Iwur 4oT÷Šr& `ÏB y7Ï9ºsŒ Iwur uŽsYò2r& žwÎ) uqèd óOßgyètB tûøïr& $tB (#qçR%x. ( §NèO Oßgã¤Îm6t^ム$yJÎ/ (#qè=ÏHxå tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# 4 ¨bÎ) ©!$# Èe@ä3Î/ >äóÓx« îLìÎ=tæ ÇÐÈ  
Artinya :
Tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu (Q.S Al Mujadilah : 7)
Substansinya :
Allah selalu berada bersama seluruh makhluk-Nya dan melihat segala perbuatannya yang dilakukan untuk nanti dibuka di akhirat
Catatan :
Kesadaran tentang Allah selalu melihat kepada kita setiap saat hendaklah dapat meningkatkan rasa malu kita kepada Allah bila mau melakukan perbuatan maksiat.

Keterangan :
            Dalam kehidupan sehari-hari manusia mungkin banyak yang tidak tahu jikalau dirinya selalu diawasi oleh Allah SWT. Banyak yang merasa jika apa yang mereka lakukan hanyalah sebatas dirinya dan orang sekitar yang mengetahui, jadi sebagian orang dengan percaya diri akan melakukan hal-hal negatif atau perbuatan yang dilarang oleh Allah (kemaksiatan). Seakan-akan mereka tak peduli jika sesungguhnya apa yang dilakukan selalu ada yang mengawasi. Banyak sekali contoh yang bisa kita lihat, salah satunya adalah korupsi. Mungkin para koruptor menganggap jika apa yang mereka lakukan secara diam-diam itu tidak akan ada yang tahu, namun bagaimana Allah tidak mengetahui hal yang sangat sepele seperti itu?
Contoh lain dari pembahasan ini adalah kamera pengawas. Saat ini mengetahui banyak diberbagai tempat yang memasang kamera pengawas (CCTV), mulai dari bangunan sekolah, toko, kantor, hotel dsb. Kita ambil contoh saja di mini merket, kamera dipasang diberbagai sudut agar pengelola bisa melihat semua sudut ruangan agar bisa mengewasi setiap gerak gerik dari pengunjug agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti pencurian dan kehilangan barang. Nah contoh tersebut mungkin kita bisa sedikit membayangkan, bagaikan saat kita berada didalam sebuah mini market maka kita akan diawasi oleh pengelola dengan sebuah kamera pengawas. Dalam kehidupan nyata sejatinya kita juga selalu diawasi, bukan oleh kamera pengawas, melainkan oleh sang Maha Pengawas Allah SWT. Kita hanya tidak sadar jika sesungguhnya Allah mengawasi setiap manusia dan semua makhluk yang ada di langit maupun dibumi.
            Sesuai dengan arti ayat diatas, jika sudah disebutkan jika sesungguhnya Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit maupun yang ada dibumi. Dan Allah juga mengetahui tentang semua hal, mulai dari hal yang kecil hingga yang besar, dari yang sepele hingga yang sangat penting, Allah juga mengetahui segala sesuatu dari zaman lampau dahulu hingga zaman yang akan mendatang. Dan sebagai manusia kita hendaknya merasa malu, jika kita masih melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah, karena dimanapun, kapanpun, kita akan terus diawasi dan diperhatikan Allah. Maka dari itu sudah menjadi kewajiban kita untuk melaksanakan hal-hal kebaikan dan kebajikan agar Allah bisa senantiasa hanya mencatat amal-amal baik dari perbuatan kita, dan tidak mencatat amal-amal yang jelek. Karena sudah diketahui jika amal baik (soleh) bisa mendapat ganjaran pahala, sedangkan amal buruk (maksiat) tentu saja akan mendapatkan balasan berupa dosa bahkan neraka.
            Orang-orang yang melakukan perbuatan maksiat mungkin bisa saja menyembunyikan rahasianya terhadap manusia, dan merasa dirinya sendiri yang mengetahui akan rahasia tersebut. Contohnya, ketika ada seorang pencuri sedang mencuri di suatu rumah warga dan kebetulan tidak ada yang memergoki dan menangkapnya, maka pencuri akan merasa telah sukses dalam menjalankan kejahatannya. Karena selain sudah bisa mencuri dengan aman dia juga nyaman karena tidak ada orang yang mengetahui jika dirinya adalah seorang pencuri. Namun Allah yang Maha Mengetahui tentu saja mengetahui akan hal tersebut, sebagaimana seperti yang ada dalam ayat diatas jika “tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya”.
Allah sudah pasti mengawasi seluruh hambanya, baik amalan yang soleh maupun yang maksiat. Dan kita juga mengetahui jika segala sesuatu yang kita perbuat di dunia ini pastinya akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Amal soleh akan diganti dengan pahala, dan imbalan atas pahala tersebut adalah surga, yang telah dijanjikan oleh Allah. Begitu pula dengan maksiat, maksiat akan dibayar dengan dosa, dan dosa akan diganti dengan neraka.

Jika manusia mampu memahami dan mengerti kalau sesungguhnya Allah selalu mengawasai makhluknya, seharusnya kita hanya melakukan hal-hal baik (amalan soleh) saja. Tidakkah seorang hambanya malu kepada tuhannya jika sebagai hamba, banyak yang melanggar larangannya. 

0 komentar:

Penjelasan Ayat Q.S Al-Mujadilah : 12

Asyhari Amri (kelompok VII)

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) ãLäêøyf»tR tAqߧ9$# (#qãBÏds)sù tû÷üt/ ôytƒ óOä31uqøgwU Zps%y|¹ 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ö/ä3©9 ãygôÛr&ur 4 bÎ*sù óO©9 (#rßÅgrB ¨bÎ*sù ©!$# Öqàÿxî îLìÏm§ ÇÊËÈ  
Artinya :
Hai orang-orang beriman, apabila kamu Mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih; jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Al-Mujadilah : 12)
Substansinya :
·         Bila seseorang menghadap Rasulullah maka diharuskan bershadaqah kepada Beliau tetapi makna ayat ini telah dihapus, bahkan Rasulullah dan seluruh keturunannya haram menerima Shadaqah.
·         Pengabdian keagamaan tidak bisa dikonversi dengan kekayaan yang bersifat duniawi
Catatan :
Sementara pendapat yang tetap memberlakukan makna ayat tersebut (tidak dihapus), dengan pembelokan makna bahwa Shodakah itu bukan kepada Rasul tapi pada fakir miskin.
Keterangan :
            Pada zaman dahulu, saat akan mengunjungi Rasulullah untuk melakukan pembicaraan yang khusus, seseorang haruslah membawa sesuatu untuk diberikan kepada Rasul, atau dengan kata lain harus memberi sodaqoh kepada rasul. Namun hukum dalam ayat al Quran ini sudah dihapus oleh Allah. Karena bagaimanapun kita tahu jika seorang Rasul apakah cocok untuk menerima sebuah sodaqoh?
            Mungkin bisa saja kita katakan jika memberikan shodaqoh kepada nabi sebagai bentuk penghormatan, namun jika kita telisik lebih dalam apakah seorang yang sangat kita hormati dan sangat digungkan oleh semua umat manusia layak menerima sodaqoh? Tapi pada akhirnya hukum ini akhirnya dicabut. Penulis berpikir jika memang ingin berbicara secara khusus kepada Rasul, tidaklah harus membawa sodaqoh bagi beliau. Namun, bukan berarti jika kita tidak memberikan sodaqoh kepada rasul, kita tidak menghormati beliau. Itu salah besar, apalagi selain hukum ini akhirnya dicabut rasul juga pernah bersabda jika sesungguhnya Rasulullah dan seluruh keturunanya tidak boleh atau haram untuk mendapatkan shodaqoh.
            Kemudian setelah hukum ini dicabut, ada beberapa kalangan yang membelokkan maksud dari ayat ini. yakni jika sodaqoh diberikan kepada orang miskin, akan tetapi jika dilihat lagi, dalam ayat ini sudah jelas jika sodaqoh diberikan kepada rasul, bukanlah kepada faqir miskin. Tapi banyak juga beberapa mufasir yang menafsirkan jika sodaqoh itu harus diberikan kepada fakir miskin.
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s. berkata: "Sesungguhnya di dalam Al Quran terdapat satu ayat yang tiada seorang pun mengamalkannya sebelum dan sesudah aku. Yaitu (ayat yang berbunyi) "Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian ingin mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasulullah, hendaklah kalian mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelumitu". Pada waktu aku hanya memiliki 1 Dinar. Karena aku ingin mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasulullah, lalu kusedekahkan uang tersebut. Kemudian ayat ini disusul oleh ayat lain yang berbunyi: “Apakah kalian takut (menjadi miskin) karena memberikan sedekah sebelum berbicara khusus (dengannya)? Jika kalian tidak melakukannya dan Allah (meskipun demikian) masih mengampuni kalian, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya”. (Al-Mujādalah:13).” Lalu beliau berkata: “Melalui perantarku Allah meringankan umat ini. Tidak ada seorang pun yang mengamlkan ayat ini sebelum dan sesudahku”.

Dan sesungguhnya dari ayat ini kita bisa mengambil beberapa pelajaran, salah satunya adalah Pengabdian keagamaan tidak bisa dikonversi dengan kekayaan yang bersifat duniawi. Dalam ayat ini kita bisa mengetahui jika memang agama itu tidak bisa disamakan dengan barang yang bersifat duniawi. Manusia memang disuruh untuk tidak meninggalkan salah satunya, tapi manusia itu disuruh untuk fokus kepada keduanya, bukan salah satunya. Bahkan ada istilah “dunyone oleh, akhirate oleh”

0 komentar: