Sunday, December 16, 2012

Terrorism Never Dies



Terrorism is a word that has always been a hot topic. Especially in the land of emerald equatorial Indonesia. There have been many events that happened to this country in terms of terrorism. Since from the past until recently, ranging from Kuta Bali bombing and the JW Marriot bombing. Why are so many terrorism that plagued the country. Who is wrong? Are the law enforcement has a duty to secure, but did not do its job with no professional? Now many questions arise as to the cause or the root causes of terrorism in Indonesia.
Terrorists always use the reason for the name of Islam launch the action. Terrorists thought if what they did was jihad. Jihad is defined by terrorists as a good thing, even for those things that need to be considered jihad fought and important for establishing goodness or truth in Indonesia. Actually, terrorist is wrong in interpreting the theory of jihad in the religion of Islam. It is true, in a known Islamic concept of jihad. At the time of the Prophet Muhammad first identified with the fight jihad against unbelievers. However, in interpreting its own jihad would be better if you look at the context first. Is it true if jihad is fighting the west is labeled by the terrorists as an infidel? Certainly that is not easy. Keep in mind what the true meaning of jihad, jihad is derived from Arabic meaning jahada-yujahidu were full. Then it would be nice if the jihad is perceived as seriously.
Actually a lot of things behind the terrorism in Indonesia. However, if only the pure doctrine given by the main character to the new recruits? The doctrine of jihad terrorism in the form of concept that promises an abundance of merit and goodness. The terrorists will be lured in the form of beautiful things, such as to heaven if you die in the line of duty. Then the most important economic factor, why? Since nearly most people recruited into a terrorist is a person who has a weak economy. They promised to get money or livelihood. This is evident from the life obtained by the terrorists in the day to day. They can survive without working, but it actually takes to prepare a bombing of fund.
True, the concept of Jihad in Islamic teachings. However, not a jihad that has been exhibited by terrorists, such as Dr. Azhari and Imam Samudra etc. The concept of jihad should be implemented in a variety of activities, not only bombed in the name of establishing religion. It is not like that, here is intended if in carrying out all the things in earnest. Such as the student, should be serious in learning. For a teacher was supposed to teach the students seriously, not just  go to class and through it away. It must be a Muslim to understand the meaning of jihad, more broadly, not just from a narrow angle.
By : Asyhari Amri

0 komentar:

Friday, December 14, 2012

Terroris Never Die



Terorisme adalah salah satu kata yang selalu menjadi topik hangat untuk dibicarakan oleh banyak orang dari berbagai kalangan. Terutama dinegeri jamrud katulistiwa Indonesia. Telah banyak kejadian yang menimpa negeri ini dalam hal terorisme. Sejak dari dulu hingga baru-baru ini, mulai dari bom Kuta Bali, bom hotel J.W. Marriot, dan beberapa saat lalu ketika pos polisi diserbu oleh bom molotof  oleh orang yang tak dikenal. Mengapa begitu banyak sekali terorisme yang melanda negeri ini? Apakah yang salah? Apa sistem keamanan yang kurang baik sehingga menjamurnya para teroris. Atau siapakah yang salah? Apakah para penegak hukum yang mempunyai tugas untuk mengamankan namun tak melakukan tugasnya dengan tidak professional? Kini timbul banyak pertanyaan mengenai penyebab atau akar permasalahan terorisme di Indonesia.
Pelaku terorisme atau teroris selalu menggunakan alasan dasar nama agama Islam untuk melancarkan aksinya. Teroris berpendapat jika apa yang mereka lakukan adalah jihad. Jihad diartikan oleh teroris sebagai sesuatu yang baik, bahkan bagi mereka jihad dianggap hal yang perlu diperjuangkan dan penting demi mengakkan kebaikan atau kebenaran di Indonesia. Namun inikah yang disebut dengan jihad dengan benar? Sebenarnya teroris salah hanya dalam mengartikan teori jihad dalam agama islam. Memang benar, dalam islam dikenal suatu konsep jihad. Pada zaman masa Nabi Muhammad dahulu jihad diidentikkan dengan berperang melawan kaum kafir. Para Shahabat Nabi yang ikut berperang dianggap sedang berjihad. Akan tetapi dalam mengartikan jihad sendiri alangkah lebih baik jika melihat konteks terlebih dahulu. Pastaskah jika jihad yang dimaksud adalah memerangi kaum barat yang dicap oleh teroris sebagai orang kafir? Tentu saja tidak segampang itu. Perlu diketahui apa arti jihad yang sesungguhnya, jihad berasal dari bahasa arab yaitu jahada-yujahidu yang berarti sungguh-sunguh. Kemudian alangkah baiknya kalau jihad dipersepsikan sebagai sungguh-sungguh.
Terroris Never Dies
Sebenarnya banyak hal yang melatarbelakangi terorisme di Indonesia. Namun, apakah hanya murni dari doktrin yang diberikan oleh para tokoh utama kepada rekrutan baru? Doktrin terorisme berupa konsep jihad yang menjanjikan melimpahnya pahala dan kebaikan. Para teroris baru akan diiming-imingi berupa hal-hal indah, seperti masuk syurga jika mati dalam menjalankan tugas. Kemudian yang paling penting adalah faktor ekonomi, mengapa? Karena hampir kebanyakan orang yang direkrut menjadi teroris adalah orang yang mempunyai ekonomi lemah. Mereka dijanjikan untuk mendapat uang ataupun penghidupan. Ini terbukti dari kehidupan yang didapatkan oleh para teroris dalam sehari-harinya. Mereka dapat bertahan hidup tanpa bekerja, selain itu sebenarnya untuk menyiapkan suatu pemboman dibutuhkan dana yang tidak sedikit.
Memang benar, Islam mengenal konsep Jihad dalam ajarannya. Akan tetapi bukan berupa jihad yang telah dipertontonkan oleh para teroris, misalnya Dr. Azhari dan Imam Samudra dkk. Konsep jihad seharusnya diimplementasikan dalam berbagai kegiatan, tidak hanya membom atas nama menegakkan agama. Bukanlah seperti itu, disini dimaksudkan jika dalam melaksanakan segala suatu hal dengan sungguh-sungguh. Semisal sebagai sorang mahasiswa, hendaknya dapat bersungguh-sungguh dalam belajar dan mengerjakan tugas. Bagi seorang dosen pun seharusnya mengajar para siswanya dengan sungguh-sungguh, bukan hanya asal masuk kelas dan melaluinya begitu saja. Haruslah seorang muslim untuk memahami arti dari jihad secara lebih luas, bukan hanya dari sudut sempit.

0 komentar:

Thursday, December 13, 2012

Seminar Nasional dan Sosialisasi Membangun Budaya Digital di Perguruan Tinggi



(4/12/2012) Pusat Komputer dan Sistem Informatika (PKSI) UIN Sunan Kalijaga adakan Seminar nasional dengan tema "Digital Lifestyle Experience for Higher Education". Acara  ini diadakan digedung Convention Hall dan dihadiri oleh mahasiswa, dosen, karyawan dan masyarakat umum. Seminar ini dibuka langsung oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Dr. H. Musa Asy'arie dengan Gong Digital. Menurut Ketua PKSI, Agung Fatmanto, Ph.D., kegiatan ini diadakan sebagai komitmen UIN Sunan Kalijaga dalam mewudkan kampus digital dan sebagai upaya membangun budaya  digital di perguruan tinggi. “ Di era globalisassi saat ini, perguruan tinggi harus memaksimalkan pengunaan tekhnologi digital, mengingat perkembangan arus informasi yang begitu pesatnya, hal ini sebagai imbas dari kemajuan dunia digital yang terjadi saat ini. Penerapan teknologi digital juga harus dibarengi dengan peningkatan pengetahuan teknologi komputerisasi bagi seluruh civitas kampus, baik dosen, pegawai dan mahasiswanya, agar menjadi sinergisitas”, tutur Agung Fatmanto yang juga dosen pada Fakultas Sains dan Teknologi. Dalam seminar ini menghadirkan Ryan Fabella (Client Software Architec IBM), Pepita Gunawan (Indonesian Google Southeast Asia dan Agung Fatmanto, Ph.D. sebagai pembicara.
Dalam sambutannya Musa Asyarie menyampaikan bahwa, UIN Sunan Kalijaga akan senantiasa mengembangkan kampus menuju kampus digital, karena, dengan penerapan teknologi digital, semua akses informasi akan menjadi mudah. Perkembangan teknologi yang begitu pesat seharusnya kita manfaatkan dan direspons secara positif, jangan sampe dengan perkembangan itu kita malah menjadi keblinger. “ Saat ini kita sudah dikuasai oleh dunia ‘kotak’, karena sebagian besar alat teknologi yang kita gunakan berbentuk kotak, PC, Monitor, PC Tablet, HP, Laptop semuanya berbentuk kotak. Melihat hal ini, kita jangan sampai dikotak-kotakkan oleh barang ‘kotak’ ini. Karena dengan barang ‘kotak’ ini individualisme akan semakin meningkat, untuk itu filter dalam penggunaan teknologi di era digital ini sangat penting”, tutur Musa.
“ Dalam acara ini juga dihadiri oleh delegasi PTAIN se-Indonesia dan delegasi pusat komputer Perguruan Tinggi dan civitas Mahasiswa se-DIY ”, tambah Agung. *(Doni Tri W-Humas UIN Suka)
 Sumber : http://www.uin-suka.ac.id/berita/dberita/674

0 komentar:

Wednesday, December 5, 2012

Bersiaplah! Wabah Alay Melanda !


Bersiaplah! Wabah Alay Melanda !
alay
            Mungkin kalimat plesetan seperti “loe gue end”, “capek dech” dan “prikitiew” yang sempat menjadi tren, sudah tidak lagi sering kita dengar. Seiring pergantian zaman revolusi kalimat plesetan terus pula berganti. Biasanya kata-kata ini diperkenalkan oleh kalangan artis atau pelawak. Dalam berbagai acara sitkom (situasi komedi) maupun acara humor para pelawak selalu menyebutkannya. Selain muncul dalam acara komedi, kalimat ini juga muncul sebagai jargon produk iklan. Ini dikarenakan banyak orang memang menggandrungi kalimat lucu alias konyol. Tidak hanya menjadi tren artis belaka, akan tetapi hampir semua lapisan masyarakat sangat fasih melafalkannya. Bahkan, anak kecil seusia SD tidak lagi canggung mengucapkannya. Sekarang kalimat itu disebu dengan kalimat alay.
            Dewasa ini kalimatnya sudah berevolusi, bukan lagi “loe gue end”, “capek dech” dan “prikitiew”. Melainkan “ciyus”, “miyapa” dan “gue harus bilang wow gitu”. Sekedar bermula dari iklan dan acara komedi, wabah alay telah menyerang berbagai kalangan pemuda yang disebut dengan “alayer”. Mulai dari siswa, mahasiswa dan anak-anak kecil. Dari kampus, sekolah, tempat umum dan dimanapun kita sudah pasti akan sering mendengarnya. Dalam kampus penulis sendiri, hampir semua mahasiswanya sangat fasih melafalkannya. Dalam berbagai kegiatan para mahasiswa tidak sukar untuk mengucapkannya, yang paling parah adalah mereka juga tidak ragu menggunakan kalimat alay dalam sesi perkuliahan. Dosenpun merespon dengan dingin, karena memang dianggap kalimat itu sudah lumrah dikalangan mahasiswa. Contohnya adalah ketika ada seorang dosen yang memberikan tugas dadakan kepada mahasiswanya, dengan serempak layaknya paduan suara seisi ruang menjawab “ciyus pak?”.
            Efek yang sangat luar biasa ditimbulkan dari kalimat-kalimat alay ini, bukan hanya dijadikan “guyonan” semata. Akan tetapi sudah menjadi gaya hidup. Terbukti, layaknya jamur dimusim hujan merebaknya para alayer dari hari kehari semakin banyak. Dalam berbagai kegiatan, kalimat alay tak terbendung lagi bagaikan lagu kebangsaan yang dinyanyikan pesepakbola sebelum memulai pertandingan. Ini semacam ritual wajib dan kurang afdol untuk tidak mengucapkannya. Penulis sendiri juga sangat fasih menyebutkan kalimat alay tersebut, dan tidak mau ketinggalan untuk terus beralay ria. 

2 komentar: