Wednesday, December 5, 2012

Bersiaplah! Wabah Alay Melanda !


Bersiaplah! Wabah Alay Melanda !
alay
            Mungkin kalimat plesetan seperti “loe gue end”, “capek dech” dan “prikitiew” yang sempat menjadi tren, sudah tidak lagi sering kita dengar. Seiring pergantian zaman revolusi kalimat plesetan terus pula berganti. Biasanya kata-kata ini diperkenalkan oleh kalangan artis atau pelawak. Dalam berbagai acara sitkom (situasi komedi) maupun acara humor para pelawak selalu menyebutkannya. Selain muncul dalam acara komedi, kalimat ini juga muncul sebagai jargon produk iklan. Ini dikarenakan banyak orang memang menggandrungi kalimat lucu alias konyol. Tidak hanya menjadi tren artis belaka, akan tetapi hampir semua lapisan masyarakat sangat fasih melafalkannya. Bahkan, anak kecil seusia SD tidak lagi canggung mengucapkannya. Sekarang kalimat itu disebu dengan kalimat alay.
            Dewasa ini kalimatnya sudah berevolusi, bukan lagi “loe gue end”, “capek dech” dan “prikitiew”. Melainkan “ciyus”, “miyapa” dan “gue harus bilang wow gitu”. Sekedar bermula dari iklan dan acara komedi, wabah alay telah menyerang berbagai kalangan pemuda yang disebut dengan “alayer”. Mulai dari siswa, mahasiswa dan anak-anak kecil. Dari kampus, sekolah, tempat umum dan dimanapun kita sudah pasti akan sering mendengarnya. Dalam kampus penulis sendiri, hampir semua mahasiswanya sangat fasih melafalkannya. Dalam berbagai kegiatan para mahasiswa tidak sukar untuk mengucapkannya, yang paling parah adalah mereka juga tidak ragu menggunakan kalimat alay dalam sesi perkuliahan. Dosenpun merespon dengan dingin, karena memang dianggap kalimat itu sudah lumrah dikalangan mahasiswa. Contohnya adalah ketika ada seorang dosen yang memberikan tugas dadakan kepada mahasiswanya, dengan serempak layaknya paduan suara seisi ruang menjawab “ciyus pak?”.
            Efek yang sangat luar biasa ditimbulkan dari kalimat-kalimat alay ini, bukan hanya dijadikan “guyonan” semata. Akan tetapi sudah menjadi gaya hidup. Terbukti, layaknya jamur dimusim hujan merebaknya para alayer dari hari kehari semakin banyak. Dalam berbagai kegiatan, kalimat alay tak terbendung lagi bagaikan lagu kebangsaan yang dinyanyikan pesepakbola sebelum memulai pertandingan. Ini semacam ritual wajib dan kurang afdol untuk tidak mengucapkannya. Penulis sendiri juga sangat fasih menyebutkan kalimat alay tersebut, dan tidak mau ketinggalan untuk terus beralay ria. 

2 comments: