Makalah Filsafat (Alam)
KATA PENGANTAR
Mari kita senantiasa
memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan banyak
rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga pada kesempatan ini kami
dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Filsafat Alam”. Makalah ini kami susun guna
memenuhi tugas matakuliah Filsafat Ilmu.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah
ini tidak terlepas dari berbagai sumber yang telah membantu hingga
terselesaikannya makalah ini. Kepada bapak dosen pengampu (Bapak H. RIFA'I, Drs., M.A.) yang memberi motivasi dan
petunjuk, serta teman-teman KPI angkatan 2012 yang selalu memberikan inspirasi kepada kami
untuk menatap masa depan dan bersedia bertukar pemahaman terhadap tema makalah
yang kami susun ini. Untuk itu kami ucapkan terimakasih kepada pihak yang telah
membantu hingga tugas kami dapat terselesikan.
Dalam makalah yang kami buat ini tentu
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan sarannya
yang bersifat membangun sehingga kedepannya bisa lebih baik lagi dan bisa
menambah manfaat bagi kita semua.Amien.
Yogyakarta, 14
Januari 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam menghadapi seluruh kenyataan dalam hidupnya, manusia senatiasa
terkagum atas apa yang dilihatnya. Manusia ragu-ragu apakah ia tidak ditipu
oleh panca-inderanya, dan mulai menyadari keterbatasannya. Dalam situasi itu
banyak yang berpaling kepada agama atau kepercayaan Ilahiah.
Ketika manusia melihat
atau mengalami suatu peristiwa, akan terdorong naluri ingin tahu nya, ia pun akan bertanya: apakah ini? Dari mana
datangnya?Apa sebabnya demikian? Mengapa demikian? Manusia yang semula tidak
tahu, ia akan berusaha untuk mencari tahu kemudian mencari tahu, hingga keingintahu
nya terpenuhi. Jika
keingintahuannya terpenuhi, sementara waktu ia akan merasa puas. Namun, masih
banyak hal yang mengelilingi manusia, baik yang tampak maupun yang tidak
tampak, ada atau yang mungkin ada, yang berarti masih harus diuji kebenarannya.
Hal ini kembali mendorong naluri ingin tahu, membuat pertanyaan lain yang yang
terus bermunculan.
Terdapat dua cara manusia untuk tahu, yaitu bertanya kepada manusia lain
atau bertanya pada diri sendiri dengan melakukan penyelidikan sendiri. Makin
lanjut usia seseorang, kemampuan menyelidiki sendiri akan semakin besar, dan
akan membuat hasil tahunya menjadi lebih banyak, lebih luas, dan lebih dalam.
Semakin banyak dan dalam yang diketahui, ia akan semakin ingin tahu. Sepanjang
hidup, naluri ingin tahu akan mendorong manusia untuk terus mencari tahu.
Dengan demikian, naluri ingin tahu dapat diartikan sebagai dorongan alamiah
yang dibawa manusia sejak lahir untuk mencari tahu tentang segala sesuatu,
termasuk hal diri sendiri, dan baru akan berhenti di akhir kesadaran manusia
pemiliknya.
B.
Tujuan
Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah
satu tugas akhirmatakuliah Filsafat
Ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Filsafat
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau
sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan.Filsafat
juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam
memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas
dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai
filsafat, namun batasan yang berbeda itu tidak mendasar.Selanjutnya batasan
filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara etimologi dan secara
terminologi.
1.
Pengertian Filsafat Secara
Etimologi
Kata
filsafat dalam arti hakikat.berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia.Philo
berarti Cinta dan sophia berarti kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa
filsafat berarti cinta kebijaksanaan.Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan,
pecinta kebijaksanaan. Dalam bahasa Inggrisphilosophia
dan Falsafah dalam bahasa Arab.
2.
Filsafat Secara Terminologi
Secara terminologi
sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan
kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan
bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan
kebenaran yang asli.Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat
adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya
ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
Lain halnya dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu
(pengetahuan) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya. Berikut
ini disajikan beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa para ahli:
·
Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan
tentang segala yang ada.
·
Aristoteles (
(384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas
segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas
penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
·
Cicero ( (106
– 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “the mother of all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai
ars vitae (seni kehidupan )
·
Johann
Gotlich Fickte (1762-1814) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari
ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang menjadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan
sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan
seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
·
Paul Nartorp
(1854 – 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan
kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang
memikul sekaliannya .
·
Imanuel Kant
( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan
pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
1)
Apakah yang
dapat kita kerjakan? (jawabannya metafisika)
2)
Apakah yang
seharusnya kita kerjakan? (jawabannya Etika)
3)
Sampai
dimanakah harapan kita? (jawabannya Agama)
4)
Apakah yang
dinamakan manusia? (jawabannya Antropologi)
·
Notonegoro:
Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang
mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.
·
Driyakarya :
filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada
dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa
yang penghabisan “.
·
Sidi Gazalba:
Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran , tentang
segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan
universal.
·
Harold H.
Titus (1979 ): (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap
kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah
suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang
dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu
pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan
penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep ); Filsafat adalah
kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya
oleh para ahli filsafat.
·
Hasbullah
Bakry: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan
mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah
mencapai pengetahuan itu.
·
Prof.
Mr.Mumahamd Yamin: Filsafat ialah pemusatan pikiran , sehingga manusia menemui
kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.
·
Prof.Dr.Ismaun,
M.Pd. : Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan
qalbunya secara sungguh-sungguh , yakni secara kritis sistematis,
fundamentalis, universal, integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan
kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati.
·
Bertrand
Russel: Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan
sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai
masalah-masalah yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh,
tidak bisa dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian
akal manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.
Dari
semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat ditegaskan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan
sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi
tersebut.
B.
Ciri-CiriFilsafat
Bila dilihat dari aktivitasnya filsafat merupakan suatu
cara berfikir yang mempunyai karakteristik tertentu. Menurut Sutan Takdir
Alisjahbana syarat-syarat berfikir yang disebut berfilsafat yaitu : a) Berfikir
dengan teliti, dan b) Berfikir menurut aturan yang pasti. Dua ciri tersebut
menandakan berfikir yang insaf, dan berfikir yang demikianlah yang disebut
berfilsafat. Sementara itu Sidi Gazalba (1976) menyatakan bahwa ciri
ber-Filsafat atau berfikir Filsafat adalah : radikal, sistematik, dan
universal. Radikal bermakna berfikir sampai ke akar-akarnya (Radix artinya
akar), tidak tanggung-tanggung sampai dengan berbagai konsekwensinya dengan
tidak terbelenggu oleh berbagai pemikiran yang sudah diterima umum, Sistematik
artinya berfikir secara teratur dan logis dengan urutan-urutan yang rasional
dan dapat dipertanggungjawabkan, Universal artinya berfikir secara menyeluruh
tidak pada bagian-bagian khusus yang sifatnya terbatas.
Sementara itu Sudarto (1996) menyatakan bahwa ciri-ciri berfikir Filsafat adalah :
Sementara itu Sudarto (1996) menyatakan bahwa ciri-ciri berfikir Filsafat adalah :
1.
Metodis : menggunakan metode,
cara, yang lazim digunakan oleh filsuf (akhli filsafat) dalam proses berfikir
2.
Sistematis : berfikir dalam
suatu keterkaitan antar unsur-unsur dalam suatu keseluruhan sehingga tersusun
suatu pola pemikiran Filsufis.
3.
Koheren : diantara unsur-unsur
yang dipikirkan tidak terjadi sesuatu yang bertentangan dan tersusun secara
logis.
4.
Rasional : mendasarkan pada
kaidah berfikir yang benar dan logis (sesuai dengan kaidah logika)
5.
Komprehensif : berfikir tentang
sesuatu dari berbagai sudut (multidimensi).
6.
Radikal : berfikir secara
mendalam sampai ke akar-akarnya atau sampai pada tingkatan esensi yang
sedalam-dalamnya.
7.
Universal : muatan kebenarannya
bersifat universal, mengarah pada realitas kehidupan manusia secara keseluruhan
Dengan demikian berfilsafat atau berfikir filsafat bukanlah sembarang berfikir tapi berfikir dengan mengacu pada kaidah-kaidah tertentu secara disiplin dan mendalam. Pada dasarnya manusia adalah homo sapien, hal ini tidak serta merta semua manusia menjadi Filsuf, sebab berfikir filsafat memerlukan latihan dan pembiasaan yang terus menerus dalam kegiatan berfikir sehingga setiap masalah atau substansi mendapat pencermatan yang mendalam untuk mencapai kebenaran jawaban dengan cara yang benar sebagai manifestasi kecintaan pada kebenaran.
Dengan demikian berfilsafat atau berfikir filsafat bukanlah sembarang berfikir tapi berfikir dengan mengacu pada kaidah-kaidah tertentu secara disiplin dan mendalam. Pada dasarnya manusia adalah homo sapien, hal ini tidak serta merta semua manusia menjadi Filsuf, sebab berfikir filsafat memerlukan latihan dan pembiasaan yang terus menerus dalam kegiatan berfikir sehingga setiap masalah atau substansi mendapat pencermatan yang mendalam untuk mencapai kebenaran jawaban dengan cara yang benar sebagai manifestasi kecintaan pada kebenaran.
C.
Obyek Filsafat
Obyek filsafat ilmu dibedakan atas
obyek material dan obyek formal. Yang dimaksudkan dengan obyek material
filsafat ilmu ialah sesuatu atau obyek yang diselidiki, dipelajari, dan
diamati. Atau segala sesuatu yang ada, yang meliputi: ada dalam kenyataan, ada
dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Obyek material adalah apa yang
dipelajari dan dikupas sebagai bahan pembicaraan atau penelitian. Dalam gejala
ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan akhirat.
Sedangkan obyek formal filsafat ilmu
ialah sudut pandang dalam penyelidikan atau pengamatan. Atau hakikat dari
segala sesuatu yang ada. Obyek formal adalah cara pendekatan yang dipakai atas
obyek material, yang sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan
bidang kegiatan yang bersangkutan. Jika cara pendekatan itu logis, konsisten
dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat.
Yang membedakan antara objek formal
dan objek material ialah objek formal, tidak terbatas pada apa yang mampu di
inderawi saja, melainkan seluruh hakikat sesuatu, baik yang nyata maupun yg
abstrak. Sedangkan objek materialnya ialah yang memungkinkan diambilnya
pengetahuan yang benar dengan cara atau teknik
atau sarana yang membantu dalam mendapatkan pengetahuan yang benar itu.
Sebuah ilmu dibedakan dari ilmu lain
karena obyek formalnya. Dengan perkataan lain, dari sudut obyek material,
beberapa ilmu mempunyai kesamaan, tapi berdasarkan obyek formal, ilmu-ilmu itu
berbeda. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan berikut ini.
1.
Objek material filsafat
ilmu adalah ilmu Obyek material Filsafat Ilmu ialah pengetahuan ilmiah atau
ilmu. Obyek material filsafat ilmu sama dengan obyek material beberapa ilmu
lain seperti sejarah ilmu, psikologi ilmu, atau sosiologi ilmu. Semuanya
mempelajari ilmu-ilmu. Misalnya, psikologi ilmu adalah cabang psikologi yang
memberikan penjelasan tentang proses-proses psikologis yang menunjang ilmu.
Hasil penelitian bidang ini dapat merumuskan pentingnya faktor psikologis pada
kreativitas proses penyusunan hipotesis ilmiah. Demikian juga unsur psikologis
dalam persepsi, khususnya persepsi pada observasi ilmiah.
2.
Objek formal filsafat
ilmu adalah ilmu atas dasar tinjauan filosofis, yaitu secara ontologis,
epistemologis, dan aksiologis. Obyek formal Filsafat Ilmu ialah asal usul,
struktur, metode, dan validitas ilmu.Dalam kaitan dengan ini, C.A. van Peursen
menyebutkan adanya dua kecenderungan dalam filsafat ilmu, yakni tendensi
metafisik dan metodologik.Pada tendensi metafisik, filsafat ilmu misalnya
bertanya apakah ruang yang digunakan ilmu ukur itu merupakan suatu yang
sungguh-sungguh ada sebagai ruang mutlak atau hanya skematisasi yang dipaksakan
pada gejala-gejala oleh pengamatan manusia?Filsafat ilmu juga mempertanyakan
bagaimana peranan hukum sebab-akibat dalam realitas alam. Juga diselidiki
misalnya: bagaimana sifat pengetahuan yang mendasari ilmu? Apakah gejala
historis dapat ditampilkan dalam suatu ilmu berdasarkan alsan-alasan obyektif?
Menyangkut tendensi metodologik, filsafat ilmu memusatkan perhatian pada data
relevan dan konstruksi argumentasi yang sahih.
D.
Cabang Filsafat
Telah kita ketahui bahwa filsafat
adalah sebagai induk yang mencakup semua ilmu khusus. Akan tetapi, dalam
perkembangan selanjutnya ilmu-ilmu khusus itu satu demi satu memisahkan diri
dari induknya, filsafat. Mula-mula matematika dan fisika melepaskan diri,
kemudian diikuti oleh ilmu-ilmu lain. Adapun psikologi baru pada akhir-akhir
ini melepaskan diri dari filsafat, bahkan di beberapa insitut, psikologi masih
terpaut dengan filsafat.
Setelah filsafat ditinggalkan oleh
ilmu-ilmu khusus, ternyata ia tidak mati, tetapi hidup dengan corak baru
sebagai ‘ilmu istimewa’ yang memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh
ilmu-ilmu khusus. Yang menjadi pertanyaan ialah apa sajakah yang masih
merupakan bagian dari filsafat dalam coraknya yang baru ini? Persoalan ini
membawa kita kepada pembicaraan tentang cabang-cabang filsafat.
Ahli filsafat biasanya mempunyai
pembagian yang berbeda-beda. Yaitu :
1.
Metafisika
Filsafat memiliki
cabang-cabang yang berkembang sesuai dengan persoalan filsafat yang mana
filsafat timbul karena adanya persoalan-peersoalan yang di hadapi oleh manusia.
Setelah adanya persoalan-persoalan tersebut maka muncullah cabang-cabang
filsafat. Dimana cabang-cabang filsafat yang tradisional itu terdiri atas empat
yaitu logika,metafisika,epistemologi,dan etika. Namun demikian berangsur-angsur
berkembang sejalan dengan persoalan yang di hadapi oleh manusia. Untuk
mempermudah pemahaman kita perlu diutarakan kepada cabang-cabang filsafat yang
pokok,yaitu:
Metafisika
digunakan untuk menunjukkan karya-karya tertentu Aristoteles. Dimana didalam metafisika
terdapat persoalan -persoalan yang dapat di rinci menjadi 3 macam yaitu:
a.
Ontologi
b.
Kosmologi
c.
Antropologi
Aliran -aliran dalam metafisika cabang-cabang
filsafat menimbulkan aliran-aliran filsafat sebagai berikut :
Segi kuantitas; dipandang dari segi kuantitas maka
muncullah aliran -aliran filsafat antara lain:
a.
Mononisme;
aliran filsafat yang menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan yang terdalam
(yang funda mental)
b.
Dualisme;
yaitu aliran yang menyatakan adanya dua substansi pokok yang masing-masing
berdiri sendiri.
c.
Pluralisme;
yaitu aliran filsafat yang tidak mengakui adanya satu substansi atau hanya dua
substansi melaikan mengakui adanya banyak substansi .
Dari segi kualitas; di mana di lihat dari segi
kualitasnya yaitu dipandang dari segi sifat nya maka terdapat beberapa aliran
filsafat yaitu:
a.
Spritualisme;
aliran filsafat yang menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam alam semesta
yaitu roh.
b.
Materialisme
yaitu aliran filsafat yang menyatakan bahwa tidak ada hal yang nyata kecuali
materi.
Dilihat dari segi proses terdapat beberapa aliran
yaitu;
a.
Mekanisme
dimana mekanisme ini berasal dari bahasa yunani mechan(mesin).menurut aliran
ini semua gejala atau pristiwa seluruhnya dapat diterangkan berdasarkan pada
asas-asas mekanis(mesin).
b.
Telelogis
aliran ini tidak mengingkari hukum sebab akibat, tetapi bependirian bahwa yang
berlaku dalam kejadian alam bukanlah hukum sebab akibat tetapi awal mulah nya
memang ada sesuatu kemauan .
c.
Vitalisme
menyatakan bahwa hidup tidak dapat di jelaskan secara fisik kimiawi .
2.
Epistimologi
Epistemologi
berasal dari bahasa yunani episteme(pengetahuan).Secara umum epistemologi yaitu
cabang filsafat yang membahas tentang hakikat pengetahuan manusia, yaitu
tentang sumber, watak dan kebenaran pengetahuan. Aliran-alirannya adalah sebagai
berikut :
a.
Rasionalisme
Aliran rasionalisme berpendapat bahwa ssemua pengetahuan
bersumber pada akal fikiran atau ratio. Tokoh-tokoh nya antara lain sebagai
berikut: Rene Descartes (1596-1650), ia membedakan ada nya tiga idea
yaitu:innate ideas (ide bawaan), yaitu sejak manusia lahir. Adventitous ideas,
yaitu idea-idea yang berasal dari luar manusia, dan idea yang dihasilkan oleh
fikiran itu sendiri yaitu di sebut faktitious ideas. Tokoh rasionalisme yang
lain adalah spinoza (1632-1677), Leibniz (1646-1716).
b.
Empirisme
Empirisme
adalah aliran ini beroendirian bahwa semua pengetahuan manusia diperoleh
melalui pengalaman indra. Indra memperoleh pengalaman (kesan-kesan) dari alam
impiris, selanjutnyas kesan-kesan tesebut terkumpul dalam diri manusia sehingga
menjadi pengalaman. Tokoh-tokoh impiris antara lain:Jhon locke (1632-1704),
menurutnya pengalaman dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: - pengalaman
luar (sensation), yaitu pengalaman yang diperoleh dari luar. pengalaman dalam
(batin) (reflexion). Kedua pengalaman tersebut merupakan idea-idea yang
sederhana, yang kamudian dengan prosses asosiasai membentuk idea yang lebih
kompleks (Harun Hadiwijono;, lihat Ali Mudhofir:48)
David HUME (1711-1776); yang meneruskan tradisi empirisme.
Hume berpendapat bahwa, idea-idea yang sederhana adalah salinan (copy) dan
sensasi-sensasi sederhana atau idea-idea yang kompleks di bentuk dan kombinasi
idea-idea sederhana atau dari kesan-kesan yang kompleks. Aliran ini kemudian
berkembang dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan terutama pada abat 19 dan 20.
c.
Realisme
Realisme
yaitu suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa objek-objek yang kita serap
lewat indra adalah nyata dalam diri objek tersebut. Objek-objek tersebut tidsk
tergantuk pada subjek yang mengetahui atau tidak tergantung pada fikiran
subjek. Fikiran dan dunia luar saling berintriaksi , tetapi intraksi tersebut
mempunyai sifat dasar dunia tersebut. Tokoh-tokoh aliran realisme antara lain
sebagai berikut: Aristoleles (384-322 SM), menurut aristoteles realitas berada
dalam benda konkrit atau dalam proses-proses perkembangannya. Dunia yang nyata
adalah dunia yang kita serap. Bentuk (from) atau idea atau prinsip keteraturan
dan material tidak dapat dipisakan. Kemudian aliran realisme berkembang terus
dan kemudian berkembanglah aliran realisme baru, yang tokoh-tokohnya adalah
sebagai berikut: George Edward Moore, Bertrand Russell, sebagai reaksi terhadap
aliran ideaisme, subjektivisme dan absolutisme menurut rialialisme baru bahwa
eksestensi objek tidak tergantung pada diketahuinya objek tersebut (lihat :
Kattsoff 1986 : 110, Ali Mudhofir, 1985 : 49)
d.
Kritisme
Kritisme
yang enyatakan bahwa akal menerima bahan-bahan pengetahuan dari empiris (yang
meliputi indra dan pengalaman). Kemudian akal menempatkan, mengatur dan
menertibkan dalam bentuk-bentuk pengamatan yakni dalam ruang dan waktu.
Pengamatan merupakan permulaan pengetahuan sedangkan pengolahan akan merupakan
pembentuknya. Tokoh-tokohnya adalah Imanuel Kant (1724-1804). aliran kritisme
Kant ini nampaknya mensintesakan antara rasionalisme dan empirisme (Ali
Mudhofir, 1985 : 52)
e.
Positivisme
Positivisme
dengan tokohnya August Comte yang memiliki pandangan sebagai berikut : sejarah
perkemabangan pemikiran umat manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap
yaitu :
Tahap pertama : tahap theologis yaitu
manusia masih dipercaya dengan pengetahuan atau pengenalan yang mutlak. Manusia
pada tahap ini masih dikuasai oleh tahyul-tahyul, sehingga subyek dan objae
tidak bisa dibedakan.
Tahap kedua : adalah tahap metafisis yaitu
pemikiran manusia berusaha memahami dan memikirkan kenyataan, akan tetapi belum
mampu membuktikian dengan fakta.
Tahap ketiga : yaitu tahap positiv yang
ditandai dengan pemikiran manusia untuk menemukan hukum-hukum dan saling
hubungan lewat fakta. Maka pada tahap inilah pengetahuan manusia dapat
berkembang dan dibuktikan lewat fakta. (Harun Hadi Wijono, 1983 : 110 :
dibandingkan dengan Ali Mudhofir, 1985 : 52)
f.
Skeptisme
Skeptisisme
menyatakan bahwa penyerapan indra adalah bersifat menipu atau menyesatkan.
Namun pada zaman modern berkembang menjadi skeptisisme metodis (sistematis)
yang mensyaratkan adanya bukti sebelum suatu pengetahuan diakui benar.
Tokoh-tokohnya adalah Rene Descartes (1596 – 1650)
g.
Pragmatisme
Pragmatis,
aliran ini tidak mempersoalkan tentang hakikat pengetahuan namun mempertanyakan
tentang pengetahuan dengan manfaat atau guna dari pengetahuan tersebut dengan
kata lain perkataan kebenaran pengetahuan hendaklah dikaitkan dengan manfaat
dan sebagai sarana bagi suatu perbuatan. Tokoh-tokoh aliran pragmatisme antara
lain : C.S Pierce (1839 – 1914), yang menyatakan bahwa yang terpenting adalah
manfaat apa yang dapat dilakukan pengetahuan dalam suatu rencana. Tokoh yang
lainnya adalah Willyam Jammes (1824 – 1910), yang menyatakan bahwa urusan
kebenran sesuatu ghal adalah ditentukan oleh akibat praktisnya.
3.
Metodologi
Cabang filsafat
tentang metodologi adalah membahas tentang metode terutama dalam kaitannya
dengan metode ilmiah. Hal ini sangat penting dalam ilmu pengetahuan terutama
dalam proses perkembangannya. Misalnya metode ilmiah dalam ilmu sejarah, dalam
ilmu sosiologi, dalam ilmu ekonomi dan sebagainya. Metodologi membicarakan
tentang hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan ilmiah misalnya sifat observasi,
hipotesis, hukum teori, susunan eksperimen dan sebagainya (Kattsoff 1986 : 73
).
4.
Logika
Logika adlaha ilmu
yang mempelajari pengkajian yang sistematis tentang aturan-aturan untuk
menguatkan sebab-sebab mengenai kesimpulan (Titus, 1984 : 18). Logika pada
hakekatnya mempelajari teknik-teknik untuk memperoleh kesimpulan dari suatu
perangkat bahan-bahan tertentu, atau dari suatu premist. Logika disebut juga
sebagai suatu ilmu tentang penarikan kesimpulan yang benar (Kattsoff : 1985 :
72). Logika dibagi menjadi dua macam yaitu logika deduktif dan logika
induktif.Logika deduktif berusaha untuk menemukan aturan-aturan yang dapat
dipergunakan untukl menarik suatu kesimpulan yang bersifat keharusan dari
peremis-premis tertentu. Logika Induktif, mencoba untuk menarik suatu
kesimpulan dari sifat-sifat perangakat bahan yang diamati
5.
Etika
Etika atau
filsafat prilaku sebagai satu cabang filsafat yang membicarakan tindakan
manusia dengan penekanan yang baik dan yang buruk. Terdapat dua hal
permasalahan yaitu : menyangkut tindakan dan baik buruk apabila permasalahan
jatuh pada tindakan, maka etika disebut sebagai “filsafat normatif”. Dalam
pemahaman etika sebagai pengetahuan mengenai norma baik buruk dalam tindakan
mempunyai persoalan yang luas. Etika yang demikian ini mempersoalkan tindakan
manusia yang dianggap baik yang harus dijalankan, di bedakan denga tindakan
buruk atau jahat yang dianggap tidak manusiawi. Dengan demikian etika berbeda
dengan agama yang didalamnya juga memuat dan memberikan norma baik buruk dalam
tindakan manusia. Pasalnya , etika mengandalkan pada rasio semata yang lepas
dari sumber wahyu agama yang dijadikan sumber norma ilahi, dan etika lebih
cendrung bersifat analisis dari pada praktis.dengan demikian, etika adalah ilmu
yang bekerja secara rasional. Sementara dari kalangan non filsafat, etika
sering digunakan sebagai pola bertindak praktis ( Etika Propesi). Etika dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu: etika deskriftif.etika normatif, dan
etika metaetika.
Aliran-aliran
dalam bidang etika yaitu:
a.
Idealisme
Yaitu suatu sistem
moral antara lain mengakui hal-hal sebagai berikut: adanya suatu
nilai,asas-asas moral,atau aturan-aturan untuk bertindak,lebih mengutamakan
dengan kebebasan moral,lebih mengutamakan hal yang umum dari pada yang khusus.
b.
Etika teleologi
Yang menyatakan
bahwa perbaikan pertindakan sepenuhnya bergantung pada suatu tujuan, atau suatu
hasil baik secara langsung maupun tidak langsung.yang termasuk etika teleologi
adalah utilitarisme.
c.
Hedonisme
Aliran ini
menyatakan bahwa kebahagiaan yang didasarkan pada suatu kenikmatan adalah
merupakan suatu tujuan dari tindakan manusia oleh karna itu tindakan manusia
baik dan buruk, etis atau tidak etis didasarkan pada suatu tujuan kenikmatan
manusia
d.
Ultitarianisme
Adalah aliran ini menyatakan
bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang menimbulkan jumlah yang
sebanyak-banyak nya.Aliran ini dikembangkan oleh Bentham dan Mill bersaudara.
e.
Intusionisme
Aliran ini
berpandangan bahwa jenis-jenis tindakan dapat diketahui baik atau buruk secara
langsung tanpa memikirkan nilai yang terdapat dalam akibat-akibat dari tindakan
tersebut.
6.
Estetika
Estetika adalah
cabang filsafat yang membahas tetang keindahan.Estetika membicarakan tentang
definisi, susunan dan peranan keindahan.Kata estetika beerasal dari bahasa
yunani 'Aesthetikaos' yang artinya bertalian dengan penjeratan
(pengindraan).Apakah fungsi keindahan dalam kehidupan kita? Apakah hubungan
antara yang indah dengan yang baik dan lain sebagainya?
a.
Filsafat Hukum yaitu membahas tentang hakikat hokum
b.
Filsafat bahasa yaitu membahas tentang hakikat bahasa
c.
Filsafat sosial yaitu membahas tentang hakikat hubungan
(intraksi manusia dalam masyarakat)
d.
Filsafat ilmu yaitu membahas tentang hakikat ilmu
pengetahuan.
e.
Filsafat politik yaitu membahasa tentang hakikat masyarakat
dan negara dengan segala apseknya.
f.
Filsafat kebudayaan yaitu membahas tentang hakikat
kebudayaan
g.
Filsafat Lingkungan yaitu membahas tentang hakikat hubungan
manusia dengan lingkungannya.
E.
Aliran
Filsafat
Sejarah perjalanan perkembangan
keyakinan dan pemikiran umat manusia tentang pendidikan telah melahirkan
sejumlah filsafat yang melandasinya. Dari berbagai filsafat yang ada, terdapat
tiga aliran paham yang dirasakan masih dominan pengaruhnya hingga saat ini,
yang secara kebetulan ketiganya lahir pada jaman abad pencerahan menejelang
zaman modern.
1.
Nativisme
atau Naturalisme, dengan tokohnya antara lain. J.J. Rousseau (1712-1778) dan Schopenhauer
(1788-1860 M). Paham ini berpendirian bahwa setiap bayi lahir dalam keadaan
suci dan dianugerahi dengan potensi insaniyah yang dapat berkembang secara
alamiah. Karena itu, pendidikan pada dasarnya sekedar merupakan suatu proses
pemberian kemudahan agar anak berkembang sesuai dengan kodrat alamiahnya.
Pandangan ini diidentifikasikan sebagai konsepsi pendidikan yang cenderung
pesimistik.
2.
Empirisme
atau Environtalisme, dengan tokohnya antara lain John Locke (1632-1704 M) dan
J. Herbart (1776-1841 M). Aliran ini berpandangan bahwa manusia lahir hanya
membawa bahan dasar yang masih suci namun belum berbentuk apapun, bagaikan
papan tulis yang masih bersih belum tertulisi (Tabula Rasa, Locke ) atau sebuah
bejana yang masih kosong (Herbart). Atas dasar itu, pendidikan pada hakikatnya
merupakan suatu proses pembentukan dan pengisian pribadi peserta didik ke arah
pola yang diinginkan dan diharapkan lingkungan masyarakatnya. Pandangan ini
diidentifikasikan sebagai konsepsi pendidikan yang cenderung optimistik.
3.
Konvergensionisme
atau Interaksionisme, dengan tokohnya antara lain William Stern (1871-1939).
Pandangan ini pada dasarnya merupakan perpaduan dari kedua pandangan terdahulu.
Menurut pandangan ini, baik pembawaan anak maupun lingkungan merupakan
faktor-faktor yang determinan terhadap perkembangan dan pembentukan pribadi
peserta didik. Oleh karenanya, pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu
rangkaian peristiwa interaksi antara pembawaan dengan lingkungan. Pribadi
peserta didik akan terbentuk sebagai resultante atau hasil interaksi dari kedua
faktor determinan tersebut. Pandangan ini diidentifikasikan sebagai konsepsi
pendidikan yang cenderung rasional.
F.
Metode
Filsafat
Istilah metode berasal dari bahasa
yunani methodeuo yang berarti mengikuti jejak atau mengusuk, menyelidiki dan
meneliti yang berasal dari kata methodos dari akar kata meta (dengan ) dan
hodos (jalan ). Dalam hubungan dengan suatu upaya yang bersifat ilmiah.
Metode berarti cara kerja yang teratur
dan sistematis yang digunakan untuk memahami suatu objek yang di permasalahkan,
yang merupakan sasaran dari ilmu tertentu.
Metode tidak sekedar menyusun dan
menghubungkan bagian-bagian pemikiran yang terpisah-pisah, melainkan juga alat
yang paling utama dalam proses dan perkembangan ilmu pengetahuan sejak dari
awal dari suatu penelitian hingga mencapai pemahaman baru dan kebenaran ilmiah
yang dapat dipertanggung jawabkan. Metode yang tepat dan benar akan menjamian
kebenaran nyang diraih.
Oleh karena itu, setiap cabang ilmu
pengetahuan harusa mengembangkan metodelogi yang sesuai dengan objek studi ilmu
pengetahuan itu sendiri. Ini merupakan suatu keharusan karena sesungguhnya
tidak ada suatu metode yang cocok bagi semua bidang ilmu pengetahuan. Metodenya
Sebagai berikut :
1.
Metode Kritis
: Socrates dan plato
Metode ini bersifat analisis istilah dan pendapat
atau aturan-aturan yang di kemukakan orang. Merupakan hermeneutika,
yangmenjelaskan keyakinan dan memperlihatkan pertentangan. Dengan jalan
bertanya (berdialog), membedakan, membersihkan, menyisihkan dan menolak yang
akhirnya di temukan hakikat.
2.
Metode
Intuitif : Plotinus dan bergson
Dengan jalan metode
intropeksi intuitif dan dengan pemakaian simbol-simbol di usahakan membersihkan
intelektual (bersama dengan pencucian moral), sehingga tercapai suatu
penerangan pemikiran. Sedangkan bergson dengan jalan pembauran antara kesadaran
dan proses perubahan, tercapai pemahaman langsung mengenai kenyataan.
3.
Metode
Skolastik : Aristoteles, Thomas Aquinas, Filsafat Abad Pertengahan
Metode ini bersifat sintetis-deduktif dengan
bertitik tolak dari defenisi-defenisi atau prindip-prinsip yang jelas dengan
sendirinya di tarik kesimpulan-kesimpulan.
4.
Metode
Geometris : Rene Descartes Dan Pengikutnya
Melalui analisis mengenai hal-hal kompleks di
capai intiuisi akan hakikat-hakikat sederhana (ide terang dan berbeda dari yang
lain), dari hakikat-hakikat itu di dedukasikan secara matematis segala
pengertian lainnya.
5.
Metode
Empiris :Hobbes, Locke, Berkeley, David Hume
Hanya pengalamanlah menyajikan pengertian benar,
maka semua pengertian (ide-ide ) dalam intropeksi di bandingkan dengan
cerapan-cerapan (impresi) dan kemudian di susun bersama secara geometris.
6.
Metode
Transendental : Immanuel Kant dan Neo skolastik
Metode ini bertitik tolak dari tepatnya pengertian
tertentu dengan jalan analisis di selidiki syarat-syarat apriori bagi pengertian demikian.
7.
Metode
fenomenologis : Husserl, Eksistensialisme
Yakni dengan jalan beberapa pemotongan sistematis
(reduction), refleksi atau fenomin dalam kesadaran mencapai penglihatan
hakikat-hakikat murni. Fenomelogi adalah suatu aliran yang membicarakan tentang
segala sesuatu yang menampakkan diri, atau yang membicarakan gejala. Hakikat segala sesuatu adalah reduksi atau
penyaringan dan menurut Husserl ada tiga macam reduksi yaitu:
a.
Reduksi fenomologis, kita harus menyaring pengalaman-pengalaman kita agar
mendapat fenomena semurni-murninya.
b. Reduksi eidetis.
c. Reduksi transendental
8.
Metode Dialektis : Hegel dan
Mark
Dengan jalan mengikuti dinamik pikiran atau alam
sendiri menurut triade tesis, antitetis, sistesis di capai hakikat kenyataan.
Dialektis itu di ungkapkan sebagai tiga langkah, yaitu dua pengertian yang
bertentangan kemudian di damaikan (tesis-antitesis-sintesis).
9.
Metode Non-positivistis
Kenyataan yang di pahami menurut hakikatnya dengan
jalan mempergunakan aturan-aturan seperti berlaku pada ilmu pengetahuan positif
(eksakta).
10. Metode analitika bahasa : Wittgenstein
Dengan jalan analisa pemakaian bahasa sehari-hari
ditentukan sah atau tidaknya ucapan-ucapan filosofis. Metode ini di nilai cukup
netral sebab tidak sama sekali mengendalikan salah satu filsafat.
Keistimewaannya adalah semua kesimpulan dan hasilnya senantiasa di dasarkan
kepada penelitian bahasa yang logis.
G.
Filsafat Alam
Menurut para filsuf terdahulu,
mengemukakan beberapa pendapat. Yaitu diantaranya :
1.
Thales
(624 - 548 SM)
Menurut
Thales asal alam semesta berasal dari
air, karena tidak ada kehidupan tanpa
air. Alasan munculnya persoalan asal
alam semesta ini adalah : Pertama,
sejak Thales mempersoalkan asal alam semesta, maka persoalan tersebut merupakan
suatu pertanyaan yang terus-menerus dipersoalkan, dan dipandang sebagai
persoalan abadi (perennial problems), Kedua, pertanyaan yang diajukan
Thalesmenimbulkan konsep baru, yaitu
"suatu hal tidak begitu saja ada, melainkan terjadi dari sesuatu".Bertitik
tolak dari sini timbul suatu konsep tentang perkembangan, suatu evolusi,
genesis. Ketiga, pertanyaan demikian hanya dapat timbul dalam pemikiran
kalangan masyarakat intelektual yang
berpikir lebih maju
2.
Pythagoras
(580 - 500 SM)
Pythagoras
pada masa itu mengatakan bahwa bumi itu
bundar dan tidak datar. Ia juga menyusun
lembaga pendidikan dan himpunan yang beranggotakan murid-muridnya dan
para sarjana yang dikenal sebagai Pythagoras Society.Pythagoras
lebih dikenal karena penemuannya tentang ilmu ukur dan aritmatik,
antara lain:(a) Hukum atau dalil
Pythagoras, yaitu a2 + b2 = c2, yang
berlaku bagi setiap segitiga siku-siku
dengan sisi a dan sisi b serta hypotenuse c, sedangkan jumlah sudut dari
suatu segitiga siku-siku sama dengan 180°.(b) Semacam teori tentang
bilangan: antara lain pembagian antara bilangan genap dan bilangan ganjil. prime
numbers (bilangan yang hanya dapat dibagi dengan angka satu dan dengan
bilangan itu sendiri) dari composite number, serta hubungan antara kudarat natural numbers dengan jumlah
ganjil. (c) Pembentukan benda berdasarkan segitiga-segitiga,
segiempat-segiempat, segilima-segilima, dsb.(d) Hubungan antara nada dengan panjang dawai.
3.
Sokrates (470 - 399 SM)
Beberapa
hal yang dapat dicontohkan dari Sokrates
adalah : (1). Metode Sokrates dikenal sebagai Maieutike
Tekhne (ilmu kebidanan), yaitu
metode dialektika untuk melahirkan kebenaran. (2). Sokrates selalu berdiskusi dengan
orang yang memiliki otoritas
keilmuan tertentu dalam bidangnya. Misalnya ia mendatangi seorang hakim untuk
berdiskusi tentang konsep keadilan. (3). Kadangkala ia
menyudutkan seseorang dalam diskusi tersebut, sehingga orang yang bersangkutan
meragukan pendapatnya sendiri yang
dipandangnya benar.Sokrates hanya
meninggalkan suatu sikap kritis melalui
metode dialektika yang berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan modern
4.
Democritus
(460 - 370 SM)
Ia dikenal
sebagai Bapak Atom pertama, yang
menjelaskan bahwa alam semesta ini
sesungguhnya terdiri dari atom-atom. Atom adalah materi terkecil yang tidak
dapat dibagi-bagi lagi. Ada
bermacam-macam bentuk atom itu, dan benda-benda itu terus bergerak tanpa
ketentuan. Gerak itu menimbulkan benturan, sehingga terjadi pusaran-pusaran
pergerakan seperti gerak pusaran air. Berdasarkan pusaran tersebut, maka
terjelmalah beraneka ragam benda. Di luar benda-benda tiada sesuatu, kecuali
kehampaan. Pemikiran Democritus tentang atom ini mengandung sifat-sifat sebagai
berikut: (1) Konsep materialitis-monistik, artinya atom merupakan sekedar materi (matter)
yang tidak didampingi apa pun, karena sekelilingnya hampa. Materi merupakan
satu-satunya yang ada dan membentuk segala-galarnya.(2) Konsep
dinamika-perkembangan {developmental dynamics. Artinya, segala sesuatu
selalu berada dalam keadaan bergerak, sehingga berlaku prinsip dinamika.
Berdasarkan prinsip dinamika itu tersusunlah segala sesuatu di dunia.(3) Konsep
yang bersifat murni alamiah (pure natural). Artinya, Pergerakan atom itu
bersifat intrinsik, primer, tanpa sebab, tidak dipengaruni oleh sesuatu di luar
dirinya.(4) Bersifat kebetulan (by cnance). Artinya, perserakan itu
terjadi tanpa tujuan, sehingga benturan-benturan yang terjadi tidak beraturan,
dan tidak mengandung tujuan-tujuan tertentu.
5.
Plato
(427 - 347 SM)
Plato
orang yang menjembatani polemik antara
Parmenides dengan Heraklitos. Parmenides menganggap bahwa realitas itu berasal
dari hal Satu (he One), yang tetap, tidak berubah; sedangkan Heraklitos
bertitik tolak dari hal banyak (the Many), yang selalu berubah. Plato
memadukan kedua pandangan tersebut dan menyatakan, bahwa di samping hal-hal
yang beranekaragam dan yang dikuasai oleh gerak serta perubahan-perubahan itu
"sebagaimana yang diyakini oleh Heraklitos tentu ada yang tetap, yang
tidak berubah sebagaimana yang diyakini oleh Parmenides. Plato menunjukkan
bahwa yang serba berubah itu dikenal oleh pengamatan, sedangkan yang tidak
berubah dikenal oleh akal. Plato berhasil menjembatani pertentangan antara Heraklitos-yang menyangkal tiap perhentian-dan Parmenides yang
menyangkal tiap gerak dan perubahan. Hal yang tetap, yang tidak berubah, yang
kekal oleh Plato disebut ide
6.
Aristoteles (384 - 322 SM)
Ajaran
Aristoteles dapat diklasifikasi ke dalam tiga bidang, yaitu : (a). Metafisika. Aristoteles mendasarkan filsafatnya pada realitas
itu sendiri. Kenyataan bagi Aristoteles
adalah hal konkret, ide umum seperti: "manusia", "pohon",
dan lain-lain, tidak terdapat dalam kenyataan konkret.[1]
Beberapa istilah yang sering dipergunakan oleh Aristoteles untuk membahas
tentang realitas yang azali, dengan sepuluh nama yang berbeda seperti:
"pengetahuan yang kita cari", "kebijaksanaan",
"pengetahuan tentang kebenaran", filsafat, "filsafat
pertama", "pengetahuan tentang sebab", studi tentang hal ada
sebagai ada", "studi tentang Ousia", studi tentang hal abadi
dan hal yang tidak dapat digerakkan, "theologi" Metafisika adalah studi tentang
"ada" sebagai "ada" (Being as Being). Kita mempelajari
karakteristik, yakni "ada" yang mencakup segala sesuatu; sedangkan di
dalam ilmu pengetahuan kita mempelajari sesuatu hal yang memiliki
karakteristik tertentu. Jadi metafisika lebih komprehensif dan lebih
fundamental dari pada ilmu pengetahuan. Metafisika juga mempelajari
prinsip-prinsip umum yang mendahului ilmu pengetahuan.[2]
(b). Logika. Logika Aristoteles didasarkan pada susunan pikir
(syllogisme). Pada dasarnya silogisme itu terdiri atas tiga pernyataan, yaitu: Pertama,
premis mayor sebagai pernyataan pertama yang mengemukakan hal umum yang telah
diakui kebenarannya. Kedua, premis minor sebagai pernyataan kedua yang
bersifat khusus dan lebih kecil
lingkupnya dari pada premis mayor. Ketiga,
kesimpulan atau konklusi (conclusion) yang ditarik berdasarkan kedua premis
tersebut di atas. Dengan demikian silogisme merupakan suatu bentuk jalan
pemikiran yang bersifat deduktif, yang kebenarannya bersifat
pasti.Contoh : Semua makhluk hidup pasti mati ; Manusia termasuk makhluk hidup ; Manusia pasti juga akan mati. (c). Biologi. Dalam embriologi ia
melakukan pengamatan (observasi) perkembangan telur ayam sampai terbentuknya
kepala ayam. la juga melakukan pemeriksaan anatomi badan hewan, dan lain
sebagainya. Aristoteles mementingkan aspek pengamatan sebagai suatu sarana
untuk membuktikan kebenaran sesuatu hal, terutama dalam ilmu-ilmu empirik.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jauh sebelum manusia
menemukan dan menetapkan apa yang sekarang kita sebut sesuatu sebagai suatu
disiplin ilmu sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran, fisika, matematika,
dan lain sebagainya, umat manusia lebih dulu memfikirkan dengan bertanya
tentang berbagai hakikat apa yang mereka lihat. Dan jawaban mereka itulah yang
nanti akan kita sebut sebagai sebuah jawaban filsafati. Kalau ilmu
diibiratkan sebagai sebuah pohon yang memiliki berbagai cabang pemikiran,
ranting pemahaman, serta buah solusi, maka filsafat adalah tanah dasar tempat
pohon tersebut berpijak dan tumbuh.
Metode filsafat
adalah metode bertanya.Objek formal filsafat adalah ratio yang
bertanya.Sedang objek materinya ialah semua yang ada yang bagi manusia perlu
dipertanyakan hakikatnya.Maka menjadi tugas filsafat mempersoalkan segala
sesuatu yang ada sampai akhirnya menemukan kebijaksanaan universal.
Banyak yang
bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang
berberadaban lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir.
Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada
kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.
Dalam perkembanganya,
filsafat Yunani sempat mengalami masa pasang surut.Ketika peradaban Eropa harus
berhadapan dengan otoritas Gereja dan imperium Romawi yang bertindak tegas
terhadap keberadaan filsafat di mana dianggap mengancam kedudukannya sebagai
penguasa ketika itu.
Filsafat Yunani
kembali muncul pada masa kejayaan Islam dinasti Abbasiyah sekitar awal abad 9
M. Tetapi di puncak kejayaannya, dunia filsafat Islam mulai mengalami
kemunduran ketika antara para kaum filsuf yang diwakili oleh Ibnu Rusd dengan
para kaum ulama oleh Al-Ghazali yang menganggap filsafat dapat menjerumuskan
manusia ke dalam Atheisme bergolak. Hal ini setelah Ibnu Rusd sendiri
menyatakan bahwa jalan filsafat merupakan jalan terbaik untuk mencapai
kebenaran sejati dibanding jalan yang ditempuh oleh ahli atau mistikus agama.
Setelah abad ke-13,
peradaban filsafat islam benar-benar mengalami kejumudan setelah kaum ulama
berhasil memenangkan perdebatan panjang dengan kaum filosof. Kajian filsafat
dilarang masuk kurikulum pendidikan.Pemerintahan mempercayakan semua konsep
berfikir kepada para ulama dan ahli tafsir agama.Beriringan dengan itu, di
Eropa, demam filsafat sedang menjamur. Banyak buku-buku karangan filosof muslim
yang diterjemahkan kedalam bahasa latin. Ini sekaligus menunjukkan bahwa
setelah pihak gereja berkuasa pada masanya dan sebelum peradaban Islam mulai
menerjemahkan teks-teks aristoteles dan lain sebagainya oleh Al Kindhi, di
Eropa benar-benar tidak ditemukan lagi buku-buku filsafat hasil peradaban
Yunani.
Entah kebetulan atau
tidak, ketika filsafat di dunia islam bisa dikatakan telah usai dan berpindah
ke eropa, peradaban islam pun mengalami kemunduran sementara di eropa sendiri
mengalami masa yang disebut sebagai abad Renaissance atau abad pencerahan, pada
sekitar abad ke-15 M.
Tapi tidak demikian
halnya dalam komunitas gereja. Periode ini juga menghantarkan dunia kristen
menjadi terbelah. Doktrin para pendeta katolik terus mendapatkan protes dari
kaum Protestan.
Adapun para filsuf
zaman modern setelah masa aufklarung, abad ke-17 M, menegaskan bahwa
pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari
para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Para filsuf modern yang
tercatat dalam sejarah ialah Descartes, Karl Marx, Nietsche, JJ Rosseau, Dan
lain sebagainya.
0 komentar: