Thursday, January 17, 2013

Makalah Filsafat (Alam)


KATA PENGANTAR

Mari kita senantiasa memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan banyak rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga pada kesempatan ini kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul Filsafat Alam”. Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas matakuliah Filsafat Ilmu.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini tidak terlepas dari berbagai sumber yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini. Kepada bapak dosen  pengampu (Bapak H. RIFA'I, Drs., M.A.) yang memberi motivasi dan petunjuk, serta teman-teman KPI angkatan 2012 yang selalu memberikan inspirasi kepada kami untuk menatap masa depan dan bersedia bertukar pemahaman terhadap tema makalah yang kami susun ini. Untuk itu kami ucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu hingga tugas kami dapat terselesikan.
Dalam makalah yang kami buat ini tentu masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan sarannya yang bersifat membangun sehingga kedepannya bisa lebih baik lagi dan bisa menambah manfaat bagi kita semua.Amien.



Yogyakarta, 14 Januari 2013


Penulis





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam menghadapi seluruh kenyataan dalam hidupnya, manusia senatiasa terkagum atas apa yang dilihatnya. Manusia ragu-ragu apakah ia tidak ditipu oleh panca-inderanya, dan mulai menyadari keterbatasannya. Dalam situasi itu banyak yang berpaling kepada agama atau kepercayaan Ilahiah.
Ketika manusia melihat atau mengalami suatu peristiwa, akan terdorong naluri ingin tahu ­nya, ia pun akan bertanya: apakah ini? Dari mana datangnya?Apa sebabnya demikian? Mengapa demikian? Manusia yang semula tidak tahu, ia akan berusaha untuk mencari tahu kemudian mencari tahu, hingga keingintahu nya terpenuhi. Jika keingintahuannya terpenuhi, sementara waktu ia akan merasa puas. Namun, masih banyak hal yang mengelilingi manusia, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, ada atau yang mungkin ada, yang berarti masih harus diuji kebenarannya. Hal ini kembali mendorong naluri ingin tahu, membuat pertanyaan lain yang yang terus bermunculan.
Terdapat dua cara manusia untuk tahu, yaitu bertanya kepada manusia lain atau bertanya pada diri sendiri dengan melakukan penyelidikan sendiri. Makin lanjut usia seseorang, kemampuan menyelidiki sendiri akan semakin besar, dan akan membuat hasil tahunya menjadi lebih banyak, lebih luas, dan lebih dalam. Semakin banyak dan dalam yang diketahui, ia akan semakin ingin tahu. Sepanjang hidup, naluri ingin tahu akan mendorong manusia untuk terus mencari tahu. Dengan demikian, naluri ingin tahu dapat diartikan sebagai dorongan alamiah yang dibawa manusia sejak lahir untuk mencari tahu tentang segala sesuatu, termasuk hal diri sendiri, dan baru akan berhenti di akhir kesadaran manusia pemiliknya.

B.     Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas akhirmatakuliah Filsafat Ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Filsafat
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan.Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda mengenai filsafat, namun batasan yang berbeda itu tidak mendasar.Selanjutnya batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara etimologi dan secara terminologi.
1.         Pengertian Filsafat Secara Etimologi
Kata filsafat dalam arti hakikat.berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia.Philo berarti Cinta dan sophia berarti kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan.Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan. Dalam bahasa Inggrisphilosophia dan Falsafah dalam bahasa Arab.
2.         Filsafat Secara Terminologi
Secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli.Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya. Berikut ini disajikan beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa para ahli:

·         Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.
·         Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
·         Cicero ( (106 – 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “the mother of all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )
·         Johann Gotlich Fickte (1762-1814) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang menjadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
·         Paul Nartorp (1854 – 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya .
·         Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.

1)      Apakah yang dapat kita kerjakan? (jawabannya metafisika)
2)      Apakah yang seharusnya kita kerjakan? (jawabannya Etika)
3)      Sampai dimanakah harapan kita? (jawabannya Agama)
4)      Apakah yang dinamakan manusia? (jawabannya Antropologi)

·         Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.
·         Driyakarya : filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang penghabisan “.
·         Sidi Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran , tentang segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.
·         Harold H. Titus (1979 ): (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep ); Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.
·         Hasbullah Bakry: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu.
·         Prof. Mr.Mumahamd Yamin: Filsafat ialah pemusatan pikiran , sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.
·         Prof.Dr.Ismaun, M.Pd. : Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh , yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati.
·         Bertrand Russel: Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.

Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat ditegaskan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala situasi tersebut.

B.     Ciri-CiriFilsafat
Bila dilihat dari aktivitasnya filsafat merupakan suatu cara berfikir yang mempunyai karakteristik tertentu. Menurut Sutan Takdir Alisjahbana syarat-syarat berfikir yang disebut berfilsafat yaitu : a) Berfikir dengan teliti, dan b) Berfikir menurut aturan yang pasti. Dua ciri tersebut menandakan berfikir yang insaf, dan berfikir yang demikianlah yang disebut berfilsafat. Sementara itu Sidi Gazalba (1976) menyatakan bahwa ciri ber-Filsafat atau berfikir Filsafat adalah : radikal, sistematik, dan universal. Radikal bermakna berfikir sampai ke akar-akarnya (Radix artinya akar), tidak tanggung-tanggung sampai dengan berbagai konsekwensinya dengan tidak terbelenggu oleh berbagai pemikiran yang sudah diterima umum, Sistematik artinya berfikir secara teratur dan logis dengan urutan-urutan yang rasional dan dapat dipertanggungjawabkan, Universal artinya berfikir secara menyeluruh tidak pada bagian-bagian khusus yang sifatnya terbatas.
Sementara itu Sudarto (1996) menyatakan bahwa ciri-ciri berfikir Filsafat adala
h :
1.      Metodis : menggunakan metode, cara, yang lazim digunakan oleh filsuf (akhli filsafat) dalam proses berfikir
2.      Sistematis : berfikir dalam suatu keterkaitan antar unsur-unsur dalam suatu keseluruhan sehingga tersusun suatu pola pemikiran Filsufis.
3.      Koheren : diantara unsur-unsur yang dipikirkan tidak terjadi sesuatu yang bertentangan dan tersusun secara logis.
4.      Rasional : mendasarkan pada kaidah berfikir yang benar dan logis (sesuai dengan kaidah logika)
5.      Komprehensif : berfikir tentang sesuatu dari berbagai sudut (multidimensi).
6.      Radikal : berfikir secara mendalam sampai ke akar-akarnya atau sampai pada tingkatan esensi yang sedalam-dalamnya.
7.      Universal : muatan kebenarannya bersifat universal, mengarah pada realitas kehidupan manusia secara keseluruhan
Dengan demikian berfilsafat atau berfikir filsafat bukanlah sembarang berfikir tapi berfikir dengan mengacu pada kaidah-kaidah tertentu secara disiplin dan mendalam. Pada dasarnya manusia adalah homo sapien, hal ini tidak serta merta semua manusia menjadi Filsuf, sebab berfikir filsafat memerlukan latihan dan pembiasaan yang terus menerus dalam kegiatan berfikir sehingga setiap masalah
atau substansi mendapat pencermatan yang mendalam untuk mencapai kebenaran jawaban dengan cara yang benar sebagai manifestasi kecintaan pada kebenaran.

C.     Obyek Filsafat
Obyek filsafat ilmu dibedakan atas obyek material dan obyek formal. Yang dimaksudkan dengan obyek material filsafat ilmu ialah sesuatu atau obyek yang diselidiki, dipelajari, dan diamati. Atau segala sesuatu yang ada, yang meliputi: ada dalam kenyataan, ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Obyek material adalah apa yang dipelajari dan dikupas sebagai bahan pembicaraan atau penelitian. Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan akhirat.
Sedangkan obyek formal filsafat ilmu ialah sudut pandang dalam penyelidikan atau pengamatan. Atau hakikat dari segala sesuatu yang ada. Obyek formal adalah cara pendekatan yang dipakai atas obyek material, yang sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang kegiatan yang bersangkutan. Jika cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat.
Yang membedakan antara objek formal dan objek material ialah objek formal, tidak terbatas pada apa yang mampu di inderawi saja, melainkan seluruh hakikat sesuatu, baik yang nyata maupun yg abstrak. Sedangkan objek materialnya ialah yang memungkinkan diambilnya pengetahuan yang benar dengan cara atau teknik  atau sarana yang membantu dalam mendapatkan pengetahuan yang benar itu.
Sebuah ilmu dibedakan dari ilmu lain karena obyek formalnya. Dengan perkataan lain, dari sudut obyek material, beberapa ilmu mempunyai kesamaan, tapi berdasarkan obyek formal, ilmu-ilmu itu berbeda. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan berikut ini.
1.      Objek material filsafat ilmu adalah ilmu Obyek material Filsafat Ilmu ialah pengetahuan ilmiah atau ilmu. Obyek material filsafat ilmu sama dengan obyek material beberapa ilmu lain seperti sejarah ilmu, psikologi ilmu, atau sosiologi ilmu. Semuanya mempelajari ilmu-ilmu. Misalnya, psikologi ilmu adalah cabang psikologi yang memberikan penjelasan tentang proses-proses psikologis yang menunjang ilmu. Hasil penelitian bidang ini dapat merumuskan pentingnya faktor psikologis pada kreativitas proses penyusunan hipotesis ilmiah. Demikian juga unsur psikologis dalam persepsi, khususnya persepsi pada observasi ilmiah.
2.      Objek formal filsafat ilmu adalah ilmu atas dasar tinjauan filosofis, yaitu secara ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Obyek formal Filsafat Ilmu ialah asal usul, struktur, metode, dan validitas ilmu.Dalam kaitan dengan ini, C.A. van Peursen menyebutkan adanya dua kecenderungan dalam filsafat ilmu, yakni tendensi metafisik dan metodologik.Pada tendensi metafisik, filsafat ilmu misalnya bertanya apakah ruang yang digunakan ilmu ukur itu merupakan suatu yang sungguh-sungguh ada sebagai ruang mutlak atau hanya skematisasi yang dipaksakan pada gejala-gejala oleh pengamatan manusia?Filsafat ilmu juga mempertanyakan bagaimana peranan hukum sebab-akibat dalam realitas alam. Juga diselidiki misalnya: bagaimana sifat pengetahuan yang mendasari ilmu? Apakah gejala historis dapat ditampilkan dalam suatu ilmu berdasarkan alsan-alasan obyektif? Menyangkut tendensi metodologik, filsafat ilmu memusatkan perhatian pada data relevan dan konstruksi argumentasi yang sahih.
D.    Cabang Filsafat
Telah kita ketahui bahwa filsafat adalah sebagai induk yang mencakup semua ilmu khusus. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya ilmu-ilmu khusus itu satu demi satu memisahkan diri dari induknya, filsafat. Mula-mula matematika dan fisika melepaskan diri, kemudian diikuti oleh ilmu-ilmu lain. Adapun psikologi baru pada akhir-akhir ini melepaskan diri dari filsafat, bahkan di beberapa insitut, psikologi masih terpaut dengan filsafat.
Setelah filsafat ditinggalkan oleh ilmu-ilmu khusus, ternyata ia tidak mati, tetapi hidup dengan corak baru sebagai ‘ilmu istimewa’ yang memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Yang menjadi pertanyaan ialah apa sajakah yang masih merupakan bagian dari filsafat dalam coraknya yang baru ini? Persoalan ini membawa kita kepada pembicaraan tentang cabang-cabang filsafat.
Ahli filsafat biasanya mempunyai pembagian yang berbeda-beda. Yaitu :
1.      Metafisika
Filsafat memiliki cabang-cabang yang berkembang sesuai dengan persoalan filsafat yang mana filsafat timbul karena adanya persoalan-peersoalan yang di hadapi oleh manusia. Setelah adanya persoalan-persoalan tersebut maka muncullah cabang-cabang filsafat. Dimana cabang-cabang filsafat yang tradisional itu terdiri atas empat yaitu logika,metafisika,epistemologi,dan etika. Namun demikian berangsur-angsur berkembang sejalan dengan persoalan yang di hadapi oleh manusia. Untuk mempermudah pemahaman kita perlu diutarakan kepada cabang-cabang filsafat yang pokok,yaitu:
Metafisika digunakan untuk menunjukkan karya-karya tertentu Aristoteles. Dimana didalam metafisika terdapat persoalan -persoalan yang dapat di rinci menjadi 3 macam yaitu:
a.       Ontologi
b.      Kosmologi
c.       Antropologi
Aliran -aliran dalam metafisika cabang-cabang filsafat menimbulkan aliran-aliran filsafat sebagai berikut :
Segi kuantitas; dipandang dari segi kuantitas maka muncullah aliran -aliran filsafat antara lain:
a.       Mononisme; aliran filsafat yang menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan yang terdalam (yang funda mental)
b.      Dualisme; yaitu aliran yang menyatakan adanya dua substansi pokok yang masing-masing berdiri sendiri.
c.       Pluralisme; yaitu aliran filsafat yang tidak mengakui adanya satu substansi atau hanya dua substansi melaikan mengakui adanya banyak substansi .
Dari segi kualitas; di mana di lihat dari segi kualitasnya yaitu dipandang dari segi sifat nya maka terdapat beberapa aliran filsafat yaitu:
a.       Spritualisme; aliran filsafat yang menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam alam semesta yaitu roh.
b.      Materialisme yaitu aliran filsafat yang menyatakan bahwa tidak ada hal yang nyata kecuali materi.
Dilihat dari segi proses terdapat beberapa aliran yaitu;
a.       Mekanisme dimana mekanisme ini berasal dari bahasa yunani mechan(mesin).menurut aliran ini semua gejala atau pristiwa seluruhnya dapat diterangkan berdasarkan pada asas-asas mekanis(mesin).
b.      Telelogis aliran ini tidak mengingkari hukum sebab akibat, tetapi bependirian bahwa yang berlaku dalam kejadian alam bukanlah hukum sebab akibat tetapi awal mulah nya memang ada sesuatu kemauan .
c.       Vitalisme menyatakan bahwa hidup tidak dapat di jelaskan secara fisik kimiawi .
2.      Epistimologi
Epistemologi berasal dari bahasa yunani episteme(pengetahuan).Secara umum epistemologi yaitu cabang filsafat yang membahas tentang hakikat pengetahuan manusia, yaitu tentang sumber, watak dan kebenaran pengetahuan. Aliran-alirannya adalah sebagai berikut :
a.       Rasionalisme
Aliran rasionalisme berpendapat bahwa ssemua pengetahuan bersumber pada akal fikiran atau ratio. Tokoh-tokoh nya antara lain sebagai berikut: Rene Descartes (1596-1650), ia membedakan ada nya tiga idea yaitu:innate ideas (ide bawaan), yaitu sejak manusia lahir. Adventitous ideas, yaitu idea-idea yang berasal dari luar manusia, dan idea yang dihasilkan oleh fikiran itu sendiri yaitu di sebut faktitious ideas. Tokoh rasionalisme yang lain adalah spinoza (1632-1677), Leibniz (1646-1716).
b.      Empirisme
Empirisme adalah aliran ini beroendirian bahwa semua pengetahuan manusia diperoleh melalui pengalaman indra. Indra memperoleh pengalaman (kesan-kesan) dari alam impiris, selanjutnyas kesan-kesan tesebut terkumpul dalam diri manusia sehingga menjadi pengalaman. Tokoh-tokoh impiris antara lain:Jhon locke (1632-1704), menurutnya pengalaman dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: - pengalaman luar (sensation), yaitu pengalaman yang diperoleh dari luar. pengalaman dalam (batin) (reflexion). Kedua pengalaman tersebut merupakan idea-idea yang sederhana, yang kamudian dengan prosses asosiasai membentuk idea yang lebih kompleks (Harun Hadiwijono;, lihat Ali Mudhofir:48)
David HUME (1711-1776); yang meneruskan tradisi empirisme. Hume berpendapat bahwa, idea-idea yang sederhana adalah salinan (copy) dan sensasi-sensasi sederhana atau idea-idea yang kompleks di bentuk dan kombinasi idea-idea sederhana atau dari kesan-kesan yang kompleks. Aliran ini kemudian berkembang dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan terutama pada abat 19 dan 20.

c.    Realisme
Realisme yaitu suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa objek-objek yang kita serap lewat indra adalah nyata dalam diri objek tersebut. Objek-objek tersebut tidsk tergantuk pada subjek yang mengetahui atau tidak tergantung pada fikiran subjek. Fikiran dan dunia luar saling berintriaksi , tetapi intraksi tersebut mempunyai sifat dasar dunia tersebut. Tokoh-tokoh aliran realisme antara lain sebagai berikut: Aristoleles (384-322 SM), menurut aristoteles realitas berada dalam benda konkrit atau dalam proses-proses perkembangannya. Dunia yang nyata adalah dunia yang kita serap. Bentuk (from) atau idea atau prinsip keteraturan dan material tidak dapat dipisakan. Kemudian aliran realisme berkembang terus dan kemudian berkembanglah aliran realisme baru, yang tokoh-tokohnya adalah sebagai berikut: George Edward Moore, Bertrand Russell, sebagai reaksi terhadap aliran ideaisme, subjektivisme dan absolutisme menurut rialialisme baru bahwa eksestensi objek tidak tergantung pada diketahuinya objek tersebut (lihat : Kattsoff 1986 : 110, Ali Mudhofir, 1985 : 49)
d.   Kritisme
Kritisme yang enyatakan bahwa akal menerima bahan-bahan pengetahuan dari empiris (yang meliputi indra dan pengalaman). Kemudian akal menempatkan, mengatur dan menertibkan dalam bentuk-bentuk pengamatan yakni dalam ruang dan waktu. Pengamatan merupakan permulaan pengetahuan sedangkan pengolahan akan merupakan pembentuknya. Tokoh-tokohnya adalah Imanuel Kant (1724-1804). aliran kritisme Kant ini nampaknya mensintesakan antara rasionalisme dan empirisme (Ali Mudhofir, 1985 : 52)
e.    Positivisme
Positivisme dengan tokohnya August Comte yang memiliki pandangan sebagai berikut : sejarah perkemabangan pemikiran umat manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap yaitu :
Tahap pertama : tahap theologis yaitu manusia masih dipercaya dengan pengetahuan atau pengenalan yang mutlak. Manusia pada tahap ini masih dikuasai oleh tahyul-tahyul, sehingga subyek dan objae tidak bisa dibedakan.
Tahap kedua : adalah tahap metafisis yaitu pemikiran manusia berusaha memahami dan memikirkan kenyataan, akan tetapi belum mampu membuktikian dengan fakta.
Tahap ketiga : yaitu tahap positiv yang ditandai dengan pemikiran manusia untuk menemukan hukum-hukum dan saling hubungan lewat fakta. Maka pada tahap inilah pengetahuan manusia dapat berkembang dan dibuktikan lewat fakta. (Harun Hadi Wijono, 1983 : 110 : dibandingkan dengan Ali Mudhofir, 1985 : 52)

f.     Skeptisme
Skeptisisme menyatakan bahwa penyerapan indra adalah bersifat menipu atau menyesatkan. Namun pada zaman modern berkembang menjadi skeptisisme metodis (sistematis) yang mensyaratkan adanya bukti sebelum suatu pengetahuan diakui benar. Tokoh-tokohnya adalah Rene Descartes (1596 – 1650)
g.    Pragmatisme
Pragmatis, aliran ini tidak mempersoalkan tentang hakikat pengetahuan namun mempertanyakan tentang pengetahuan dengan manfaat atau guna dari pengetahuan tersebut dengan kata lain perkataan kebenaran pengetahuan hendaklah dikaitkan dengan manfaat dan sebagai sarana bagi suatu perbuatan. Tokoh-tokoh aliran pragmatisme antara lain : C.S Pierce (1839 – 1914), yang menyatakan bahwa yang terpenting adalah manfaat apa yang dapat dilakukan pengetahuan dalam suatu rencana. Tokoh yang lainnya adalah Willyam Jammes (1824 – 1910), yang menyatakan bahwa urusan kebenran sesuatu ghal adalah ditentukan oleh akibat praktisnya.

3.      Metodologi
                        Cabang filsafat tentang metodologi adalah membahas tentang metode terutama dalam kaitannya dengan metode ilmiah. Hal ini sangat penting dalam ilmu pengetahuan terutama dalam proses perkembangannya. Misalnya metode ilmiah dalam ilmu sejarah, dalam ilmu sosiologi, dalam ilmu ekonomi dan sebagainya. Metodologi membicarakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan ilmiah misalnya sifat observasi, hipotesis, hukum teori, susunan eksperimen dan sebagainya (Kattsoff 1986 : 73 ).
4.      Logika
                        Logika adlaha ilmu yang mempelajari pengkajian yang sistematis tentang aturan-aturan untuk menguatkan sebab-sebab mengenai kesimpulan (Titus, 1984 : 18). Logika pada hakekatnya mempelajari teknik-teknik untuk memperoleh kesimpulan dari suatu perangkat bahan-bahan tertentu, atau dari suatu premist. Logika disebut juga sebagai suatu ilmu tentang penarikan kesimpulan yang benar (Kattsoff : 1985 : 72). Logika dibagi menjadi dua macam yaitu logika deduktif dan logika induktif.Logika deduktif berusaha untuk menemukan aturan-aturan yang dapat dipergunakan untukl menarik suatu kesimpulan yang bersifat keharusan dari peremis-premis tertentu. Logika Induktif, mencoba untuk menarik suatu kesimpulan dari sifat-sifat perangakat bahan yang diamati
5.      Etika
                        Etika atau filsafat prilaku sebagai satu cabang filsafat yang membicarakan tindakan manusia dengan penekanan yang baik dan yang buruk. Terdapat dua hal permasalahan yaitu : menyangkut tindakan dan baik buruk apabila permasalahan jatuh pada tindakan, maka etika disebut sebagai “filsafat normatif”. Dalam pemahaman etika sebagai pengetahuan mengenai norma baik buruk dalam tindakan mempunyai persoalan yang luas. Etika yang demikian ini mempersoalkan tindakan manusia yang dianggap baik yang harus dijalankan, di bedakan denga tindakan buruk atau jahat yang dianggap tidak manusiawi. Dengan demikian etika berbeda dengan agama yang didalamnya juga memuat dan memberikan norma baik buruk dalam tindakan manusia. Pasalnya , etika mengandalkan pada rasio semata yang lepas dari sumber wahyu agama yang dijadikan sumber norma ilahi, dan etika lebih cendrung bersifat analisis dari pada praktis.dengan demikian, etika adalah ilmu yang bekerja secara rasional. Sementara dari kalangan non filsafat, etika sering digunakan sebagai pola bertindak praktis ( Etika Propesi). Etika dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu: etika deskriftif.etika normatif, dan etika metaetika.
        Aliran-aliran dalam bidang etika yaitu:
a.       Idealisme
                    Yaitu suatu sistem moral antara lain mengakui hal-hal sebagai berikut: adanya suatu nilai,asas-asas moral,atau aturan-aturan untuk bertindak,lebih mengutamakan dengan kebebasan moral,lebih mengutamakan hal yang umum dari pada yang khusus.
b.      Etika teleologi
                    Yang menyatakan bahwa perbaikan pertindakan sepenuhnya bergantung pada suatu tujuan, atau suatu hasil baik secara langsung maupun tidak langsung.yang termasuk etika teleologi adalah utilitarisme.
c.       Hedonisme
                    Aliran ini menyatakan bahwa kebahagiaan yang didasarkan pada suatu kenikmatan adalah merupakan suatu tujuan dari tindakan manusia oleh karna itu tindakan manusia baik dan buruk, etis atau tidak etis didasarkan pada suatu tujuan kenikmatan manusia
d.      Ultitarianisme
                    Adalah aliran ini menyatakan bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang menimbulkan jumlah yang sebanyak-banyak nya.Aliran ini dikembangkan oleh Bentham dan Mill bersaudara.
e.       Intusionisme
                    Aliran ini berpandangan bahwa jenis-jenis tindakan dapat diketahui baik atau buruk secara langsung tanpa memikirkan nilai yang terdapat dalam akibat-akibat dari tindakan tersebut.

6.      Estetika
        Estetika adalah cabang filsafat yang membahas tetang keindahan.Estetika membicarakan tentang definisi, susunan dan peranan keindahan.Kata estetika beerasal dari bahasa yunani 'Aesthetikaos' yang artinya bertalian dengan penjeratan (pengindraan).Apakah fungsi keindahan dalam kehidupan kita? Apakah hubungan antara yang indah dengan yang baik dan lain sebagainya?
a.    Filsafat Hukum yaitu membahas tentang hakikat hokum
b.    Filsafat bahasa yaitu membahas tentang hakikat bahasa
c.    Filsafat sosial yaitu membahas tentang hakikat hubungan (intraksi manusia dalam masyarakat)
d.   Filsafat ilmu yaitu membahas tentang hakikat ilmu pengetahuan.
e.    Filsafat politik yaitu membahasa tentang hakikat masyarakat dan negara dengan segala apseknya.
f.     Filsafat kebudayaan yaitu membahas tentang hakikat kebudayaan
g.    Filsafat Lingkungan yaitu membahas tentang hakikat hubungan manusia dengan lingkungannya.

E.     Aliran Filsafat
Sejarah perjalanan perkembangan keyakinan dan pemikiran umat manusia tentang pendidikan telah melahirkan sejumlah filsafat yang melandasinya. Dari berbagai filsafat yang ada, terdapat tiga aliran paham yang dirasakan masih dominan pengaruhnya hingga saat ini, yang secara kebetulan ketiganya lahir pada jaman abad pencerahan menejelang zaman modern.
1.      Nativisme atau Naturalisme, dengan tokohnya antara lain. J.J. Rousseau (1712-1778) dan Schopenhauer (1788-1860 M). Paham ini berpendirian bahwa setiap bayi lahir dalam keadaan suci dan dianugerahi dengan potensi insaniyah yang dapat berkembang secara alamiah. Karena itu, pendidikan pada dasarnya sekedar merupakan suatu proses pemberian kemudahan agar anak berkembang sesuai dengan kodrat alamiahnya. Pandangan ini diidentifikasikan sebagai konsepsi pendidikan yang cenderung pesimistik.
2.      Empirisme atau Environtalisme, dengan tokohnya antara lain John Locke (1632-1704 M) dan J. Herbart (1776-1841 M). Aliran ini berpandangan bahwa manusia lahir hanya membawa bahan dasar yang masih suci namun belum berbentuk apapun, bagaikan papan tulis yang masih bersih belum tertulisi (Tabula Rasa, Locke ) atau sebuah bejana yang masih kosong (Herbart). Atas dasar itu, pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu proses pembentukan dan pengisian pribadi peserta didik ke arah pola yang diinginkan dan diharapkan lingkungan masyarakatnya. Pandangan ini diidentifikasikan sebagai konsepsi pendidikan yang cenderung optimistik.
3.      Konvergensionisme atau Interaksionisme, dengan tokohnya antara lain William Stern (1871-1939). Pandangan ini pada dasarnya merupakan perpaduan dari kedua pandangan terdahulu. Menurut pandangan ini, baik pembawaan anak maupun lingkungan merupakan faktor-faktor yang determinan terhadap perkembangan dan pembentukan pribadi peserta didik. Oleh karenanya, pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu rangkaian peristiwa interaksi antara pembawaan dengan lingkungan. Pribadi peserta didik akan terbentuk sebagai resultante atau hasil interaksi dari kedua faktor determinan tersebut. Pandangan ini diidentifikasikan sebagai konsepsi pendidikan yang cenderung rasional.

F.      Metode Filsafat
Istilah metode berasal dari bahasa yunani methodeuo yang berarti mengikuti jejak atau mengusuk, menyelidiki dan meneliti yang berasal dari kata methodos dari akar kata meta (dengan ) dan hodos (jalan ). Dalam hubungan dengan suatu upaya yang bersifat ilmiah.
Metode berarti cara kerja yang teratur dan sistematis yang digunakan untuk memahami suatu objek yang di permasalahkan, yang merupakan sasaran dari ilmu tertentu.
Metode tidak sekedar menyusun dan menghubungkan bagian-bagian pemikiran yang terpisah-pisah, melainkan juga alat yang paling utama dalam proses dan perkembangan ilmu pengetahuan sejak dari awal dari suatu penelitian hingga mencapai pemahaman baru dan kebenaran ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan. Metode yang tepat dan benar akan menjamian kebenaran nyang diraih.
Oleh karena itu, setiap cabang ilmu pengetahuan harusa mengembangkan metodelogi yang sesuai dengan objek studi ilmu pengetahuan itu sendiri. Ini merupakan suatu keharusan karena sesungguhnya tidak ada suatu metode yang cocok bagi semua bidang ilmu pengetahuan. Metodenya Sebagai berikut :
1.      Metode Kritis : Socrates dan plato
Metode ini bersifat analisis istilah dan pendapat atau aturan-aturan yang di kemukakan orang. Merupakan hermeneutika, yangmenjelaskan keyakinan dan memperlihatkan pertentangan. Dengan jalan bertanya (berdialog), membedakan, membersihkan, menyisihkan dan menolak yang akhirnya di temukan hakikat.
2.    Metode Intuitif : Plotinus dan bergson
Dengan jalan metode intropeksi intuitif dan dengan pemakaian simbol-simbol di usahakan membersihkan intelektual (bersama dengan pencucian moral), sehingga tercapai suatu penerangan pemikiran. Sedangkan bergson dengan jalan pembauran antara kesadaran dan proses perubahan, tercapai pemahaman langsung mengenai kenyataan.
3.      Metode Skolastik : Aristoteles, Thomas Aquinas, Filsafat Abad Pertengahan
Metode ini bersifat sintetis-deduktif dengan bertitik tolak dari defenisi-defenisi atau prindip-prinsip yang jelas dengan sendirinya di tarik kesimpulan-kesimpulan.
4.    Metode Geometris : Rene Descartes Dan Pengikutnya
Melalui analisis mengenai hal-hal kompleks di capai intiuisi akan hakikat-hakikat sederhana (ide terang dan berbeda dari yang lain), dari hakikat-hakikat itu di dedukasikan secara matematis segala pengertian lainnya.
5.    Metode Empiris :Hobbes, Locke, Berkeley, David Hume
Hanya pengalamanlah menyajikan pengertian benar, maka semua pengertian (ide-ide ) dalam intropeksi di bandingkan dengan cerapan-cerapan (impresi) dan kemudian di susun bersama secara geometris.
6.      Metode Transendental : Immanuel Kant dan Neo skolastik
Metode ini bertitik tolak dari tepatnya pengertian tertentu dengan jalan analisis di selidiki syarat-syarat apriori  bagi pengertian demikian.
7.      Metode fenomenologis : Husserl, Eksistensialisme
Yakni dengan jalan beberapa pemotongan sistematis (reduction), refleksi atau fenomin dalam kesadaran mencapai penglihatan hakikat-hakikat murni. Fenomelogi adalah suatu aliran yang membicarakan tentang segala sesuatu yang menampakkan diri, atau yang membicarakan gejala.  Hakikat segala sesuatu adalah reduksi atau penyaringan dan menurut Husserl ada tiga macam reduksi yaitu:
a. Reduksi fenomologis, kita harus menyaring pengalaman-pengalaman kita agar mendapat fenomena semurni-murninya.
b.    Reduksi eidetis.
c.    Reduksi transendental
8.      Metode Dialektis : Hegel dan Mark
Dengan jalan mengikuti dinamik pikiran atau alam sendiri menurut triade tesis, antitetis, sistesis di capai hakikat kenyataan. Dialektis itu di ungkapkan sebagai tiga langkah, yaitu dua pengertian yang bertentangan kemudian di damaikan (tesis-antitesis-sintesis).
9.      Metode Non-positivistis
Kenyataan yang di pahami menurut hakikatnya dengan jalan mempergunakan aturan-aturan seperti berlaku pada ilmu pengetahuan positif (eksakta).
10.  Metode analitika bahasa : Wittgenstein
Dengan jalan analisa pemakaian bahasa sehari-hari ditentukan sah atau tidaknya ucapan-ucapan filosofis. Metode ini di nilai cukup netral sebab tidak sama sekali mengendalikan salah satu filsafat. Keistimewaannya adalah semua kesimpulan dan hasilnya senantiasa di dasarkan kepada penelitian bahasa yang logis.

G.    Filsafat Alam
Menurut para filsuf terdahulu, mengemukakan beberapa pendapat. Yaitu diantaranya :
1.         Thales (624 - 548 SM)
Menurut Thales asal alam semesta berasal  dari air,  karena tidak ada ke­hidupan tanpa air. Alasan munculnya persoalan  asal alam semesta ini adalah :  Pertama, sejak Thales mempersoalkan asal alam semesta, maka persoalan tersebut merupakan suatu pertanyaan yang terus-menerus dipersoalkan, dan dipandang sebagai persoalan abadi (perennial problems), Kedua, pertanyaan yang diajukan Thalesmenimbulkan   konsep baru, yaitu "suatu hal tidak begitu saja ada, melainkan terjadi dari sesuatu".Bertitik tolak dari sini timbul suatu konsep tentang perkembangan, suatu evolusi, genesis. Ketiga, pertanyaan demikian hanya dapat timbul dalam pemikiran kalangan  masyarakat intelektual yang berpikir lebih maju
2.         Pythagoras (580 - 500 SM)
Pythagoras pada masa itu  mengatakan bahwa bumi itu bundar dan tidak datar. Ia juga menyusun  lembaga pendidikan dan himpunan yang beranggotakan murid-muridnya dan para sarjana yang dikenal sebagai Pythagoras Society.Pythagoras lebih  dikenal karena   penemuannya tentang ilmu ukur dan aritmatik, antara lain:(a) Hukum atau dalil  Pythagoras, yaitu a2 + b2 = c2, yang berlaku bagi setiap segitiga siku-siku  dengan sisi a dan sisi b serta hypotenuse c, sedangkan jumlah sudut dari suatu segitiga siku-siku sama dengan 180°.(b) Semacam teori tentang bilangan: antara lain pembagian antara bilangan genap dan bilangan ganjil. prime numbers (bilangan yang hanya dapat dibagi dengan angka satu dan dengan bilangan itu sendiri) dari composite number, serta hubungan   antara kudarat natural numbers dengan jumlah ganjil. (c) Pembentukan benda berdasarkan segitiga-segitiga, segiempat-segiempat, segilima-segilima, dsb.(d) Hubungan  antara nada dengan panjang dawai.
3.          Sokrates (470 - 399 SM)
Beberapa hal yang dapat dicontohkan dari  Sokrates adalah :  (1). Metode Sokrates dikenal sebagai Maieutike Tekhne (ilmu  kebidanan), yaitu metode dialektika untuk melahirkan kebenaran. (2). Sokrates selalu berdiskusi dengan  orang yang   memiliki otoritas keilmuan tertentu dalam bidangnya. Misalnya ia mendatangi seorang hakim untuk berdiskusi tentang konsep keadilan. (3). Kadangkala ia menyudutkan seseorang dalam diskusi ter­sebut, sehingga orang yang bersangkutan meragukan pendapatnya sendiri yang  dipandangnya benar.Sokrates hanya  meninggalkan suatu sikap kritis melalui  metode dialektika yang berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan  modern
4.         Democritus (460 - 370 SM)
Ia dikenal sebagai Bapak Atom pertama,  yang menjelaskan  bahwa alam semesta ini sesungguhnya terdiri dari atom-atom. Atom adalah materi terkecil yang tidak dapat dibagi-bagi lagi. Ada  bermacam-macam bentuk atom itu, dan benda-benda itu terus bergerak tanpa ketentuan. Gerak itu menimbulkan benturan, sehing­ga terjadi pusaran-pusaran pergerakan seperti gerak pusaran air. Berdasarkan pusaran tersebut, maka terjelmalah beraneka ragam benda. Di luar benda-benda tiada sesuatu, kecuali kehampaan. Pemikiran Democritus tentang atom ini mengandung sifat-sifat sebagai berikut(1) Konsep materialitis-monistik, artinya atom merupakan sekedar materi (matter) yang tidak didampingi apa pun, karena sekelilingnya hampa. Materi merupakan satu-satunya yang ada dan membentuk segala-galarnya.(2) Konsep dinamika-perkembangan {developmental dyna­mics. Artinya, segala sesuatu selalu berada dalam keadaan bergerak, sehingga berlaku prinsip dinamika. Berdasarkan prinsip dinamika itu tersusunlah segala sesuatu di dunia.(3) Konsep yang bersifat murni alamiah (pure natural). Artinya, Pergerakan atom itu bersifat intrinsik, primer, tanpa sebab, tidak dipengaruni oleh sesuatu di luar dirinya.(4) Bersifat kebetulan (by cnance). Artinya, perserakan itu terjadi tanpa tujuan, sehingga benturan-benturan yang terjadi tidak beraturan, dan tidak mengandung tujuan-tujuan tertentu.
5.         Plato (427 - 347 SM)
Plato orang  yang menjembatani polemik antara Parmenides dengan Heraklitos. Parmenides menganggap bahwa realitas itu berasal dari hal Satu (he One), yang tetap, tidak berubah; sedangkan Heraklitos bertitik tolak dari hal  banyak  (the Many), yang selalu berubah. Plato memadukan kedua pandangan tersebut dan menyatakan, bahwa di samping hal-hal yang beranekaragam dan yang dikuasai oleh gerak serta perubahan-perubahan itu "sebagaimana yang diyakini oleh Heraklitos tentu ada yang tetap, yang tidak berubah sebagaimana yang diyakini oleh Parmenides. Pla­to menunjukkan bahwa yang serba berubah itu dikenal oleh pengamatan, sedangkan yang tidak berubah dikenal oleh akal. Plato berhasil menjembatani pertentangan  antara Heraklitos-yang menyangkal  tiap perhentian-dan Parmenides yang menyangkal tiap gerak dan perubahan. Hal yang tetap, yang tidak berubah, yang kekal  oleh Plato disebut ide
6.         Aristoteles  (384 - 322 SM)
Ajaran Aristoteles dapat diklasifikasi ke dalam tiga bidang, yaitu : (a). Metafisika. Aristoteles   mendasarkan filsafatnya pada realitas itu  sendiri. Kenyataan bagi Aristoteles adalah hal konkret, ide umum seperti: "manusia", "pohon", dan lain-lain, tidak terdapat dalam kenyataan konkret.[1] Beberapa istilah yang sering dipergunakan oleh Aristoteles untuk membahas tentang realitas yang azali, dengan sepuluh nama yang berbeda seperti: "pengetahuan yang kita cari", "kebijaksanaan", "pengetahuan tentang kebenaran", filsafat, "filsafat pertama", "pengetahuan tentang sebab", studi tentang hal ada sebagai ada", "studi tentang Ousia", studi ten­tang hal abadi dan hal yang tidak dapat digerakkan, "theologi"  Metafisika adalah studi tentang "ada" sebagai "ada" (Being as Being). Kita mempelajari karakteristik, yakni "ada" yang mencakup segala sesuatu; sedangkan di dalam ilmu pengetahuan kita mem­pelajari sesuatu hal yang memiliki karakteristik tertentu. Jadi meta­fisika lebih komprehensif dan lebih fundamental dari pada ilmu pengetahuan. Metafisika juga mempelajari prinsip-prinsip umum yang mendahului ilmu pengetahuan.[2] (b). Logika. Logika Aristoteles didasarkan pada susunan pikir (syllogisme). Pada dasarnya silogisme itu terdiri atas tiga pernyataan, yaitu: Pertama, premis mayor sebagai pernyataan pertama yang mengemukakan hal umum yang telah diakui kebenarannya. Kedua, premis minor sebagai pernyataan kedua yang bersifat   khusus dan lebih kecil lingkupnya  dari pada premis mayor. Ketiga, kesimpulan atau konklusi (conclusion) yang ditarik berdasarkan kedua premis tersebut di atas. Dengan demikian silogisme merupakan suatu bentuk jalan pemikiran  yang bersifat  deduktif, yang kebenarannya  bersifat  pasti.Contoh : Semua makhluk hidup pasti mati ; Manusia termasuk makhluk hidup ; Manusia pasti juga akan mati. (c). Biologi. Dalam embriologi ia melakukan pengamatan (observasi) perkembangan telur ayam sampai terbentuknya kepala ayam. la juga me­lakukan pemeriksaan anatomi badan hewan, dan lain sebagainya. Aristoteles mementingkan aspek pengamatan sebagai suatu sarana untuk membuktikan kebenaran sesuatu hal, terutama dalam ilmu-ilmu empirik.





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang sekarang kita sebut sesuatu sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan lain sebagainya, umat manusia lebih dulu memfikirkan dengan bertanya tentang berbagai hakikat apa yang mereka lihat. Dan jawaban mereka itulah yang nanti akan kita sebut sebagai sebuah jawaban filsafati. Kalau ilmu diibiratkan sebagai sebuah pohon yang memiliki berbagai cabang pemikiran, ranting pemahaman, serta buah solusi, maka filsafat adalah tanah dasar tempat pohon tersebut berpijak dan tumbuh.
Metode filsafat adalah metode bertanya.Objek formal filsafat adalah ratio yang bertanya.Sedang objek materinya ialah semua yang ada yang bagi manusia perlu dipertanyakan hakikatnya.Maka menjadi tugas filsafat mempersoalkan segala sesuatu yang ada sampai akhirnya menemukan kebijaksanaan universal.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang berberadaban lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.
Dalam perkembanganya, filsafat Yunani sempat mengalami masa pasang surut.Ketika peradaban Eropa harus berhadapan dengan otoritas Gereja dan imperium Romawi yang bertindak tegas terhadap keberadaan filsafat di mana dianggap mengancam kedudukannya sebagai penguasa ketika itu.
Filsafat Yunani kembali muncul pada masa kejayaan Islam dinasti Abbasiyah sekitar awal abad 9 M. Tetapi di puncak kejayaannya, dunia filsafat Islam mulai mengalami kemunduran ketika antara para kaum filsuf yang diwakili oleh Ibnu Rusd dengan para kaum ulama oleh Al-Ghazali yang menganggap filsafat dapat menjerumuskan manusia ke dalam Atheisme bergolak. Hal ini setelah Ibnu Rusd sendiri menyatakan bahwa jalan filsafat merupakan jalan terbaik untuk mencapai kebenaran sejati dibanding jalan yang ditempuh oleh ahli atau mistikus agama.
Setelah abad ke-13, peradaban filsafat islam benar-benar mengalami kejumudan setelah kaum ulama berhasil memenangkan perdebatan panjang dengan kaum filosof. Kajian filsafat dilarang masuk kurikulum pendidikan.Pemerintahan mempercayakan semua konsep berfikir kepada para ulama dan ahli tafsir agama.Beriringan dengan itu, di Eropa, demam filsafat sedang menjamur. Banyak buku-buku karangan filosof muslim yang diterjemahkan kedalam bahasa latin. Ini sekaligus menunjukkan bahwa setelah pihak gereja berkuasa pada masanya dan sebelum peradaban Islam mulai menerjemahkan teks-teks aristoteles dan lain sebagainya oleh Al Kindhi, di Eropa benar-benar tidak ditemukan lagi buku-buku filsafat hasil peradaban Yunani.
Entah kebetulan atau tidak, ketika filsafat di dunia islam bisa dikatakan telah usai dan berpindah ke eropa, peradaban islam pun mengalami kemunduran sementara di eropa sendiri mengalami masa yang disebut sebagai abad Renaissance atau abad pencerahan, pada sekitar abad ke-15 M.
Tapi tidak demikian halnya dalam komunitas gereja. Periode ini juga menghantarkan dunia kristen menjadi terbelah. Doktrin para pendeta katolik terus mendapatkan protes dari kaum Protestan.
Adapun para filsuf zaman modern setelah masa aufklarung, abad ke-17 M, menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Para filsuf modern yang tercatat dalam sejarah ialah Descartes, Karl Marx, Nietsche, JJ Rosseau, Dan lain sebagainya.




[1]Bertens, K, Panorama.,hlm.14.
[2]Tim Dosen Filsafat  Ilmu,  UGM,Filsafat Ilmu,....hlm.72.

0 komentar: