Prinsip-prinsip Komunikasi
- Prinsip-prinsip Komunikasi
Prinsip-prinsip
komunikasi pada dasarnya merupakan penjabaran lebih jauh dari definisi atau
hakikat komunikasi. Menurut Prof. Deddy Mulyana terdapat 12 prinsip komunikasi,
yakni :
1. Komunikasi
Adalah Proses Simbolik
Salah satu kebutuhan pokok manusia, seperti dikatakan
Susanne K. Langer, adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang.
Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu
lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang.[1]
Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non-verbal, dan objek yang
maknanya disepakati bersama, misalnya memasang janur kuning didepan rumah atau
gedung pertemuan maka itu menunjukkan ada orang yang sedang berhajatan nikahan.
Lambang itu bervariasi dari suatu budaya kebudaya lain,
dari suatu tempat ketempat lain, dari suatu konteks waktu ke konteks waktu lain.
Misalnya adalah untuk menyebut benda untuk minum orang di Indonesia menyebut gelas, orang Inggris menyebutnya glass, dan orang arab menyebutnya dengan
kuubun.
2. Setiap
Perilaku Mempunyai Potensi Komunikasi
Kita tidak dapat tidak berkomunikasi (we cannot not communicate). Tidak
berarti bahwa setiap perilaku adalah komunikasi. Setiap perilaku manusia
sebenarnya punya potensi untuk ditafsirkan. Seperti jika seseorang tersenyum
maka bisa ditafsirkan dia bahagia atau senang, sedangkan jika dia cemberut maka
bisa jadi dia sedang ngambek.
3. Komunikasi
Punya Dimensi Isi Dan Dimensi Hubungan
Dimensi isi disandi secara verbal, sementara dimensi
hubungan disandi secara nonverbal. Dimensi isi menunjukkan isi (muatan)
komunikasi, yaitu apa yang dikatakan. Sedangkan dimensi hubungan menunjukkan
bagaimana cara mengatakannya yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para
pelaku komunikasi itu, dan bagaimana seharusnya pesan itu ditafsirkan. Sebagai
contoh, kalimat “aku paham” yang diucapkan dengan nada rendah dan raut muka
yang kebingungan maka mungkin artinya bisa sebaliknya.
Tidak semua orang menyadari bahwa pesan yang sama
bisa ditafsirkan berbeda bila disampaikan dengan cara yang berbeda. Pengaruh
pesan juga akan berbeda bila disajikan dengan media yang berbeda. Cerita yang
penuh kekerasan yang ditampilkan dalam acara tv akan mempunyai efek yang besar,
seperti akan ditiru oleh anak-anak kecil, namun berbeda efeknya jika cerita
yang sama disajikan dalam bentuk cerita dalam buku.
4. Komunikasi
Berlangsung Dalam Berbagai Tingkat Kesengajaan
Komunikasi dilakukan dalam berbagai tingkat
kesengajaan, dari komunikasi yang tidak sengaja sama sekali (misalnya ketika
anda sedang melamun da nada orang yang memperhatikan anda) hingga komunikasi
yang benar-benar direncanakan dan disadari (ketika anda menyampaikan
presentasi). Namun kesengajaan bukanlah syarat untuk terjadinya berkomunikasi.
Dalam berkomunikasi sehari-hari, terkadang kita mengucapkan pesan verbal yang
tidak kita sengaja. Akan tetapi sebenarnya pesan nonverballah yang lebih banyak
disampaikan tanpa disengaja. Perlu diketahui jika niat atau kesengajaan
bukanlah syarat mutlak seseorang untuk berkomunikasi. Banyak kesalahpahaman
antar budaya sebenarnya disebabkan oleh perilaku seseorang yang tidak sengaja
yang dipersepsi. Ditafsirkan dan direspons oleh orang dari budaya lain.
5. Komunikasi
Terjadi Dalam Konteks Ruang Dan Waktu
Makna pesan juga bergantung pada konteks fisik dan
ruang (termasuk iklim, suhu dan sebagainya), waktu, sosial, dan psikologis.
Seperti contoh, ketika ada seseorang bercanda gurau dalam rumah, pasar ataupun
dikantor dipandang hal yang lumrah (boleh), namun lain cerita jika senda gurau
itu dilakukan didalam masjid. Waktu, juga mempengaruhi makna suatu pesan.
Misalnya dering telepon dimalam hari akan diartikan berbeda dengan dering sama yang
berbunyi disiang hari. Begitu juga dengan ketika ada laki-laki yang mengunjungi
teman perempuannya pada malam minggu akan dimaknai berbeda dengan ketika dia
datang dimalam yang lain.
6. Komunikasi
Melibatkan Prediksi Peserta Komunikasi
Ketika orang-orang berkomunikasi, mereka meramalkan
efek perilaku komunikasi mereka. Prediksi ini tidak selalu disadari, dan sering
berlangsung cepat. Seseorang dapat memprediksikan perilaku komunikasi orang
lain berdasarkan peran sosialnya. Dia tidak dapat menyapa orangtuanya dengan
sapaan “kamu” atau “elu”, kecuali bila dia bersedia menerima resikonya,
misalnya akan dicap sebagai anak yang kurang ajar.
7. Komunikasi
Bersifat Sistemik
Setiap individu adalah suatu system yang hidup (a living system). Organ-organ dalam
tubuh saling berhungan. Begitupula dengan komunikasi, setidaknya ada dua sistem
dasar yaitu : Sistem Internal dan Sistem Eksternal.[2] Sistem internal
adalah seluruh sistem nilai yang dibawa oleh individu ketika ia berpartisipasi
dalam proses komunikasi. Berlainan dengan sistem internal, sistem eksternal
terdiri dari unsur-unsur dalam lingkungan diluar individu, termasuk kata-kata
yang harus dipilih untuk berbicara (verbal), isyarat fisik (non-verbal),
kegaduhan disekitarnya, penataan ruangan, cahaya, dan temperatur ruangan.
8. Semakin
Mirip Latar Belakang Sosial-Budaya Semakin Efektiflah Komunikasi
Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang hasilnya
sesuai dengan harapan orang yang sedang berkomunikasi. Kesamaan hal-hal
tertentu, misalnya agama, ras (suku), bahasa, tingkat pendidikan, atau tingakat
ekonomi akan mendorong orang untuk saling tertarik dan pada akhirnya karena
kesamaan itulah komunikasi menjadi lebih efektif. Hal yang paling utama adalah
bahasa, ketika dua orang sedang berkomunikasi menggunakan bahasa yang sama, ini
akan memudahkan kedua orang tersebut untuk saling memahami, namun berbeda jika
keduanya menggunakan dua bahasa yang berbeda, dimana satu sama lain tidak
mengetahui bahasa orang yang sedang diajak berkomunikasi.
9. Komunikasi
Bersifat Nonsekuensial
Sebenarnya, komunikasi manusia dalam bentuk tatap muka
berlangsung dua arah bukan satu arah (linier). Contohnya, ketika seseorang
berbicara kepada seseorang lainnya dalam suatu rapat maupun kuliah dianggap si
“pemberi pesan”, sedangkan para pendengar dianggap si “penerima pesan”, mungkin
komunikasi tersebut hanya dianggap satu arah. Namun sesungguhnya telah terjadi
proses komunikasi dua arah. Yakni ketika para pendengar menunjukkan perilaku
nonverbalnya, semisal anggukan kepala, sebenarnya merekapun adalah “pemberi
pesan”.
10. Komunikasi
Bersifat Prosesual, Dinamis, Dan Transaksional
Seperti waktu, komunikasi juga tidak mempunyai awal
dan tidak mempunyai akhir, melainkan suatu proses yang sinambung (continuous). Dalam kehidupan manusia,
tidak pernah saat yang sama datang atau muncul dua kali. Begitu juga dengan
komunikasi, komunikasi terjadi sekali waktu dan kemudian menjadi bagian dari
sejarah. Implikasi dari komunikasi sebagai proses yang dinamis dan
transaksional adalah bahwa peserta komunikasi berubah (dari sekedar berubah
pengetahuan hingga berubah pandangan dan perilakunya). Implisit dalam proses
komunikasi sebagai transaksi ini adalah proses penyandian (encoding) dan penyandian balik (decoding).
Kedua proses tersebut terlihat berbeda, tapi sebenarnya adalah terjadi
serempak, bukan bergantian. Keserempakan inilah yang menjadi tanda jika
komunikasi bersifat transaksi.
11. Komunikasi
Bersifat Irreversible
Suatu perilaku adalah suatu peristiwa. Oleh karena
itu perilaku berlangsung dalam suatu waktu dan tidak dapat “diambil kembali”.
Dalam komunikasi, sekali seseorang mengirimkan pesan, maka orang tersebut tidak
dapat mengendalikan pengaruh pesan tersebut bagi penerimaa, apalagi
menghilangkan efek pesan tersebut sama sekali. Ini sama seperti ketika
menembakkan peluru dari pistolnya, maka susah atau bahkan mustahil untuk dapat
menarik kembali peluru untuk masuk kedalam pistol tersebut.
Sifat irreversible
ini adalah implikasi dari komunikasi sebagai proses yang selalu berubah. Maka
dari itu bagi para komunikator dituntut untuk bisa berhati-hati dalam
mengucapkan atau mengatakan sesuatu, sebab, apa yang telah disampaikan tidak
dapat “diambil ulang”, meskipun telah berusa keras untuk meralatnya. Missal,
seseorang yang sengaja berbohong, sulit bagi orang lain untuk tidak
menganggapnya pembohong meskipun sebenarnya apa yang dikatakan setelahnya tidak
bohong lagi.
12. Komunikasi
Bukan Panasea Untuk Menyelesaikan Berbagai Masalah
Banyak persoalan dan konflik antar manusia disebabkan
oleh masalah komunikasi. Namun komunikasi bukan panasea (obat mujarab) untuk
menyelesaikan persoalan atau konflik itu, karena persoalan itu mungkin
berkaitan dengan masalah struktural. Agar komunikasi efektif, tentu saja
masalah strukturalnya pun harus dibenahi. Misalnya, meskipun pemerintah
bersusah payah menjalin komunikasi yang efektif dengan warga aceh dan papua,
tidak mungkin usaha itu akan berhasil bila pemerintah memperlakukan
masyarakatnya diwilayah tersebut dengan tidak adil (merampas kekayaan alam dan
membawanya kepusat).
0 komentar: