Wednesday, January 8, 2014

Makalah ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN

ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN DPR TAK AKAN BERUBAH DI KOMPAS

A.  Judul Penelitian
ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN DPR TAK AKAN BERUBAH DI KOMPAS
B.  Latar Belakang
“Wajah Dewan Perwakilan Rakyat 2014-2019 hasil pemilu legislatif 9 April 2014 diprediksi tidak akan banyak berubah. Sejumlah kekurangan DPR, Termasuk politik transaksional, diduga tidak akan lenyap karena kursi DPR mendatang akan diduduki oleh anggota DPR yang kini berada di Senayan.”[1]

Petikan paragraf di atas adalah kutipan sebuah berita yang berjudul “DPR Tak Akan Berubah” di KOMPAS Edisi, Kamis, 19 Desember 2013. Isi berita tersebut membahas mengenai pergeseran motivasi seseorang untuk menjadi anggota legislatif. Penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana media dalam melihat, mengkonstruksi pesan pada pemberitaan dan citra anggota DPR dalam KOMPAS. Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Titik fokus dalam penelitian ini adalah dengan memandang relitas yang ada dalam kehidupan politik dan kekuasaan bukanlah hal yang natural, akan tetapi adalah sebuah hasil dari konstruksi media. Peneliti memilih analisis framing yang dikemukakan oleh Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki untuk membedah persoalan integritas anggota DPR yang tidak ada perubahan lebih baik dari waktu ke waktu. Framing sangat sensitive terhadap pemakaian bahasa tertentu, yang menyangkut pernyataan dari pembuat kebijakan.

Bahkan dalam berita tersebut Pramono menjelaskan mengapa kualitas DPR makin menurun selama 15 tahun reformasi, bahkan DPR periode 2004-2009 dinilainya terparah. Dalam surat kabar tersebut juga dipaparkan “Pada dasarnya motivasi untuk menjadi anggota legislatif sudahbergeser”. Mayoritas anggota legislatif “berhasrat” dapat kekuasaan, bahkan sebagian lainnya menjadi anggota DPR untuk ekonomi.
Penggunaan kata bergeser dan berhasrat menjadi penegas kepada pembaca mengenai citra para Anggota DPR yang semakin buruk di masyarakat dan hanya menggunakan kekuasaan sebagai sarana mengumpulkan pundi-pundi kekayaan.

Adapun pernyataan Bambang Widjojanto selaku Wakil Ketua KPK yang juga sebagai narasumber dalam berita tersebut “Saya ngeri dengan pemilu ke depan. Berdasarkan bacaan saya, ada potensi-potensi uang rakyat yang diambil.”
Membaca tulisan “ngeri” yang dicetak miring dalam berita tersebut seolah memberikan penegasan tentang citra para anggota DPR yang sudah tidak baik dalam masalah pengaturan kepentingan ekonomi. Menggambarkan mengenai realita korupsi yang semakin tak terelakkan lagi dikalangan para penguasa. Bahkan kepercayaan masyarakat saat ini terhadap dunia politik sudah mulai pudar melihat realita yang ada tak kunjung mampu memberikan solusi terhadap persoalan-persoalan yang terjadi di Masyarakat. Dan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh anggota DPR tersebut, seolah hanya untuk memenuhi kebutuhan individu dan kelompok dikalangan mereka sendiri.

Kedudukan media massa menjelang pemilihan umum (pemilu) secara langsung menjadi hal yang strategis dan menentukan. Media massa dapat mengalirkan darah kehidupan politik sehingga proses politik berjalan dinamis. Media massa juga menyebarkan pesan-pesan yang provokatif maupun menyejukkan. Dalam pemilu, media massa bukan hanya berfungsi membangun citra orang, kelompok, atau lembaga tetapi mengendalikan citra sesuai dengan visinya. Menyikapi peristiwa politik, setiap media memiliki agenda setting yang dibangun di atas misi masing-masing. Idealisme setiap media senantiasa melingkupi perbedaan misi tersebut. Dalam agenda setting sikap politik dan motif pemberitaan media atas peristiwa yang muncul dalam politik tertentu bisa sama bisa juga berbeda. Media merupakan faktor yang sangat penting bagi pembentukan image dan citra suatu tokoh tertentu.

Dari media kita dapat memperoleh informasi mengenai realitas yang tengah berlangsung di suatu tempat. Sementara, realitas yang dihadirkan media ke hadapan pembaca bukanlah realitas yang sesungguhnya, melainkan yang sudah dibentuk, dibingkai dan dipoles sedemikian rupa oleh media tersebut. Peranan media massa dalam proses mengkonstruksi suatu peristiwa menjadi signifikan dalam pembentukkan realitas sosial. Untuk mengetahui bagaimana media mengkonstruksi berita biasanya digunakan analisis framing.
Dengan menggunakan analisis framing dapat diketahui bagaimana media menggambarkan sebuah peristiwa dengan menonjolkan aspek tertentu dan mengabaikan aspek yang lain, ser
ta bagaimana media menempatkan informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapat alokasi dan perhatian yang lebih besar ketimbang isu lain. Dalam praktiknya, hampir semua media akan menyeleksi isu yang ada, menonjolkan isu tertentu dengan mengabaikan isu yang lain, menonjolkan aspek tertentu dari isu tersebut sambil menyembunyikan dan bahkan membuang aspek yang lain. Verifikasi dan seleksi data, penyajian dalam bentuk berita, hingga penempatannya di sebuah rubrik tertentu.


 C. RUMUSAN MASALAH
Media massa diartikan sebagai sebuah entitas yang memiliki peran dan fungsi untuk mengumpulkan sekaligus mendistribusikan informasi dari dan ke masyarakat.[2] Framing itu pada akhirnya menentukan bagaimana realitas itu hadir dihadapan pembaca. Peran media massa dalam kehidupan masyarakat sangat besar, karena media massa tersebut yang mampu mempengaruhi dan merubah cara pikir suatu kelompok masyarakat. Akan tetapi kekuatan media massa ini juga digunakan oleh pemerintah maupun suatu kelompok masyarakat di suatu pemerintahan untuk mempengaruhi opini publik. Dalam dunia politik pun media massa digunakan sebagai alat penyampaian informasi dan pesan yang sangat efektif dan efisien.

Maka dalam penelitian ini membahas bagaimana citra anggota DPR berpengaruh besar terhadap konstruk sosial di masyarakat. Memaparkan bagaimana koran KOMPAS menggambarkan perilaku para wakil masyarakat dalam bingkai penulis berita, juga tentang keraguan dengan keberadaan para wakil rakyat yang seolah tidak lagi memikirkan kepentingan rakyat.

Menurut Gurevitch dan Blumer (1990:270) fungsi-fungsi media massa adalah:
1. Sebagai pengamat lingkungan dari kondisi sosial politik yang ada.
Media massa berfungsi sebagai alat kontrol sosial politik yang dapat memberikan berbagai informasi mengenai penyimpangan sosial itu sendiri, yang dilakukan baik oleh pihak pemerintah, swasta, maupun oleh pihak masyarakat. Contoh penyimpangan-penyimpangan seperti praktik KKN oleh pemerintah, penjualan pasir ke Singapura yang mengakibatkan tujuh pulau hilang dan tenggelam (suatu kerugian yang lebih besar dari sekadar perebutan pulau Sipadan dan Ligitan), perilaku masyarakat yang tidak tertib hukum/anarkis, polemik Susno-Polri, dan lain-lain. Berbagai permasalahan sosial tersebut akan membuka mata kita bahwa telah terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan aturan yang ada.
2. Sebagai pembentuk agenda (agenda setting) yang penting dalam isi pemberitaannya.
Pembentukan opini dengan cara pembentukan agenda atau pengkondisian politik sehingga masyarakat terpengaruh untuk mengikuti dan mendukung rencana-rencana pemerintah. Contohnya: wacana pembatasan subsidi BBM untuk sepeda motor, SKPP Bibit-Candra, dan lain-lain.
3. Media massa merupakan platform (batasan) dari mereka yang punya advokasi dengan bukti-bukti yang jelas bagi para politisi, jurubicara, dan kelompok kepentingan.
Ada pembagian lain dari komunikator politik, yaitu yang disebut dengan komunikator profesional (Carey, 1969). Pembagian ini muncul karena kemajuan-kemajuan dalam dunia teknologi komunikasi. Sehingga ada batasan/pembagian tugas dan peranan penyampaian pesan politik.
4. Media massa mampu menjadi tempat berdialog tentang perbedaan pandangan yang ada dalam masyarakat atau diantara pemegang kekuasaan (yang sekarang maupun yang akan datang).
Media massa sebagai sarana untuk menampung berbagai pendapat, pandangan, dan paradigma dari masyarakat yang ingin ikut andil dalam membangun sistem politik yang lebih baik.
5. Media massa merupakan bagian dari mekanisme penguasa untuk mempertahankan kedudukannya melalui keterangan-keterangan yang diungkapkan dalam media massa.
Hal ini kerap terjadi pada masa Orba, ketika masa Presiden Soeharto berkuasa yang selalu menyampaikan keberhasilan-keberhasilan dengan maksud agar masyarakat mengetahui bahwa pemerintahan tersebut harus dipertahankan apabila ingin mengalami kemajuan yang berkesinambungan.
6. Media massa bisa merupakan insentif untuk publik tentang bagaimana belajar, memilih, dan menjadi terlibat daripada ikut campur dalam proses politik.
Keikutsertaan masyarakat dalam menentukan kebijakan politik bisa disampaikan melalui media massa dengan partisipasi dalam poling jajak pendapat dan dialog interaktif. Hasil dari poling atau jajak pendapat tersebut akan merefleksikan arah kebijakan para politisi.
Seperti hasil poling akhir-akhir ini dinyatakan bahwa sebagian besar masyarakat pemilih pada pemilu 2009, mengharapkan pemerintah hasil Pemilu dapat memprioritaskan perbaikan ekonomi. Hanya sebagian kecil dari masyarakat yang memilih untuk prioritas pemberantasan korupsi. Hal ini yang menjadi kekhawatiran para aktivis anti korupsi bahwa hasil itu akan mempengatuhi arah kebijakan pemerintah sebagai kecenderungan sebagian besar kelompok masyarakat.
7. Media massa bisa menjadi penentang utama terhadap semua upaya dari kekuatan-kekuatan yang datang dari luar media massa dan menyusup ke dalam kebebasannya,integritasnya, dan kemampuannya di dalam melayani masyarakat.
Fakta-fakta kebenaran yang diungkapkan oleh media massa dapat menyadarkan masyarakat tentang adanya kekuatan-kekuatan berupa terorisme atau premanisme, maupun intimidasi dari pihak-pihak tertentu yang mencoba mengkaburkan suatu permasalahan.
8. Media massa punya rasa hormat kepada anggota khalayak masyarakat, sebagai kelompok yang punya potensi untuk peduli dan membuat sesuatu menjadi masuk akal dari lingkungan politiknya.
Adanya kecenderungan dalam menilai para politisi, komunikator politik, aktivis adalah sebagai pihak yang selalu bicara dengan publik. Oleh karena itu Bryce (1900) menyatakan bahwa khalayak komunikasi (khususnya dalam komunikasi politik) pada umumnya akan terpusat pada masalah opini publik.
Dari gambaran di atas mengenai fungsi media massa dalam kaitannya sebagai alat politik, maka semakin jelas bahwa peran media massa sangat besar dalam kekuasaan pemerintahan. Pendapat ini juga dipertegas dengan pernyataan Harold Lasswell, bahwa Politik tidak bisa dipisahkan dari pengertian kekuasaan dan manipulasi yang dilakukan oleh para elit penguasa atau counter elite.

D.Tujuan Dan Kegunaan
Penelitian ini memiliki tujuan untuk:
  1. Untuk mengetahui bagaimana konstruksi berita tentang citra Anggota DPR.
  2. Untuk mengetahui representasi sosok Anggota DPR dalam dunia politik yang dilakukan Koran KOMPAS.
  3. Untuk mengidentifikasi bagaimana praktek jurnalisme yang dilakukan oleh Koran KOMPAS dalam mengkonstruksikan dan merepresentasikan para Anggota DPR menjelang Pemilu 2014.

Kegunaan Penelitian
a. Praktis
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan wawasan, manfaat, pengetahuan dan pemahaman tentang bagaimana teks pencitraan yang diproduksi media massa di Indonesia. Selain itu penelitian ini juga diharapkan bisa memberikan masukan dan landasan bagi para jurnalis yang secara tidak sadar maupun sadar sudah memproduksi berita yang mengandung pelabelan negatif .

b. Teoritis
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangan bagi ilmu jurnalistik dan komunikasi politik, politik dan memperkaya penjabaran teori-teori jurnalistik yang bersinggungan dengan politik yang kemudian memberikan sumbangan dalam pengaplikasian secara praktis yang menjadi landasan dalam pembelajaran ilmu Jurnalisme.

E.     Landasan Teori
a.       Fakta/Peristiwa adalah hasil konstruksi
Lana F Rakow mengatakan bahwa bagi kaum konstruksionis, realitas itu bersifat subjektif. Realitas itu hadir karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang tertentu dari wartawan. Tidak ada yang bersifat objektif, karena realitas itu tercipta lewat konstruksi dan pandangan tertentu. Realitas bisa berbeda-beda, tergantung pada bagaimana konsep ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan berbeda. (Eriyanto, 2012)
Para konstruksionis menganggap bahwa berita yang sudah disajikan atau yang sudah diterima masyarakat sudah bukan fakta/peristiwa, karena semua berita yang disajikan tersebut merupakan kejadian yang sudah terkonsruksi atau terbangun oleh pemikiran-pemikiran wartawan. Jika ada sebuah fakta yang disajikan secara simbolik, maka realitas tersebut tergantung pada bagaimana fakta tersebut dikonstruksi. Bagaimana wartawan tersebut menangkap, memahami serta mendapatkan informasi itulah yang akan menjadikan sebuah berita tersebut menjadi konstruksi. Dalam pandangan konstruksionis, wartawan dipandang sebagai agen konstruksi, karena wartawan bukan hanya melaporkan berita, tetapi mendefinisikan peristiwa. Sebagai aktor sosial, wartawan turut mendefinisikan apa yang terjadi, dan secara aktif membentuk peristiwa dalam pemahaman mereka.
Bentuk konstruksi dalam berita dapat dilihat dari berbagai macam hal, seperti bagaimana wartawan mengambil narasumber, saksi serta bahasa yang digunakan yang tidak disadari oleh para khalayak bahwa mereka sedang dikonstruksi oleh berita tersebut.
b.      Teori Representasi
Landasan teori pada penelitian ini adalah teori Representasi, Representasi dapat diartikan sebagai mewakili, Stuart Hill mengatakan bahwa teori representasi adalah proses produksi dan pertukaran makna antara manusia atau antar budaya yang menggunakan gambar, simbol, dan bahasa, atau dapat pula diartikan bahwa representasi adalah penggambaran konsep yang ada dalam fikiran kita dengan menggunakan bahasa.
Stuart Hill (1997) dalam culture study menggambarkan bahwa bahasa melukiskan relasi encoding dan decoding melalui metafora produksi dan konsumsi. Proses produksi meliputi proses gagasan, makna ideologi profesional, pengetahuan institusional, definisi dan berbagai asumsi lainnya seperti moral, kultural, ekonomis, politis, dan spiritual.
Menurut Stuart Hill, ada tiga pendekatan representasi
1.      Pendekatan Reflektif, bahwa makna diproduksi oleh manusia melalui ide, media objek dan pengalaman-pengalaman di salam masyarakat secara nyata.
2.      Pendekatan intensional, bahwa penutur bahasa baik lisan maupun tulisan yang memberikan makna unik pada setiap hasil karyanya. Bahasa adalah media yang digunakan penutur dalam mengkomunikasikan makna dalam setiap hal-hal yang berlaku khusus yang disebut unik.
3.      Pendekatan konstruksionis, bahwa pembicara dan penulis, memilih dan menetapkan makna dalam pesan atau karya (benda-benda) yang dibuatnya. Tetapi bukan benda-benda material hasil karya seni dan sebagainya yang menghasilkan makna, melainkan manusia itu sendirilah yang meletakkan makna.

F.     Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam analisis ini adalah deskriptif kualitatif yang menggunakan metode analisa framing Zhongdang Pan dan Gerald yang bertujuan agar para pembaca memahami bagaiman koran KOMPAS memaparkan secara jelas citra anggota DPR yang tidak kunjung ada perubahan yang lebih baik menuju Pemilu 2014 mendatang. Analisis framing menunjukkan bahwa struktur bahasa dalam berita memberikan pengaruh terhadap aspek lainnya. Framing merupakan satu pondasi yang memimpin suatu persepsi serta representasi realitas.

Menurut Pan dan Gerald, ada dua konsepsi dari framing yang saling berkaitan. Pertama, dalam konsep psikologi, framing dalam konsepsi ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya. Framing berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi dan ditunjukkan dalam skema tertentu. Framing disini dilihat sebagai penempatan informasi dalam suatu konteks yang unik/khusus dan menempatkan elemen tertentu dari suatu isu dengan penempatan lebih menonjol dalam kognisi seseorang. Kedua, Konsepsi sosiologis. Jika pandangan psikologis lebih melihat pada proses internal seseorang, maka konsep sosiologis lebih melihat pada bagaimana konstruksi sosial atau realitas.


Perangkat framing dalam pendekatan ini dibagi menjadi empat struktur besar yaitu : Pertama, Struktur Sintaksis. Sintaksis berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa (pernyataan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa) kedalam bentuk susunan umum berita, struktur semantik ini dengan demikian dapat diamati dari bagian berita seperti lead yang dipakai, latar, headline, kutipan yang diambil dan sebagainya. Kedua, Struktur Skrip. Skrip berhubungan dengan bagaimana wartawan mengisahkan atau menceritakan peristiwa kedalam bentuk berita. Struktur ini melihat bagaimana strategi cara bercerita atau bertutur yang dipakai oleh wartawan dalam mengemas peristiwa kedalam bentuk berita. Ketiga, Struktur Tematik, tematik berhubungan dengan bagaimana wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa kedalam proporsi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan, struktur ini akan melihat bagaimana pemahaman itu diwujudkan dalam bentuk yang lebih kecil. Keempat, Struktur retoris. Retoris berhubungan dengan bagaimana wartawan memakai pilihan kata, idiom, grafik dan gambar yang dipakai bukan hanya mendukung tulisan, melainkan juga menekankan arti tertentu kepada pembaca
F.1. Subjek penelitian
            Subjek penelitian ini adalah Koran KOMPAS dan yang menjadi kajian utama adalah headline pada surat kabar tersebut mengenai Kasus Perbankan Jelang Pemilu untuk Pendanan yang menjelaskan tentang buruknya sistem ekonomi dikalangan elite politik.

F.2. Jenis data
            Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa wacana, pernyataan narasumber dan teks,yang digunakan untuk mempertegas keterangan yang ada

F.3. Analisis dan interpretasi data
            Analisi data pada penelitian ini menggunakan konsep framing yang mana dalam analisis framing hal yang ditonjolkan adalah mengenai hedaline, kata, serta sumber berita. Dan kerangka pendekatan tersebut dibagi menjadi empat struktur yaitu Siktatis, Skrip, Tematik dan retoris. Berikut skema mengenai keempat struktur tersebut










Tabel 1.1
Tabel Kerangka Framing Pan dan Kosicki
Struktur
Perangkat framing
Unit yang diamati
SINTAKSI:
Cara wartawan menyusun fakta
1. Skema berita
Headline, lead, latar informasi, sumber, pernyataan, penutup
SKRIP:
Cara wartawan
mengisahkan cerita
2. Kelengkapan berita
5W + 1H
TEMATIK:
Cara wartawan menulis fakta
3. Detail
4. Maksud Kalimat
5. Hubungan antar kalimat
6. Nominalisasi
7. Koheransi
8. Bentuk Kalimat
9. Kata Ganti
Paragraf, Proporsi
RETORIS:
Cara wartawan menekankan fakta
10. Leksikon
11. Gambar
12. Metaphor
13. Pengandaian
Kata, Idiom, gambar/ foto, grafis

F.4 Batasan Penelitian
            Penelitian ini hanya membahas mengenai bagaiman pencitraan koran KOMPAS terhadap para anggota DPR dalam persoalan ekonomi dan keuangan jelang pemilu yang tidak ada  perubahan lebih baik dari waktu ke waktu yang diberitakan pada Edisi, 19 Desember 2013. Semoga dengan penelitian ini akan terus memunculkan penelitian-penelitan lainnya.



                                                            DAFTAR PUSTAKA
Eriyanto, Analisis Framing : Konstruksi, ideologi dan politik media. Lkis. Yogyakarta. 2012


Berita
Koran KOMPAS “DPR Tak Akan Berubah”, Edisi Kamis, 19 Desember 2013



[1] KOMPAS, DPR Tak Akan Berubah, 19 Desember 2013
[2] Eriyanto Analisis Wacana : Pengantar Analisis Teks Media.Yogyakarta : LkiS, 2001

0 komentar: