Makalah ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN
ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN DPR TAK AKAN BERUBAH DI KOMPAS
Oleh : Siti Hardiyanti
A. Judul Penelitian
ANALISIS
FRAMING PEMBERITAAN DPR TAK
AKAN BERUBAH DI KOMPAS
B. Latar Belakang
“Wajah
Dewan Perwakilan Rakyat 2014-2019 hasil pemilu legislatif 9 April 2014
diprediksi tidak akan banyak berubah. Sejumlah kekurangan DPR, Termasuk politik
transaksional, diduga tidak akan lenyap karena kursi DPR mendatang akan
diduduki oleh anggota DPR yang kini berada di Senayan.”[1]
Petikan paragraf di atas adalah kutipan sebuah berita
yang berjudul “DPR Tak Akan Berubah” di KOMPAS Edisi, Kamis, 19 Desember 2013.
Isi berita tersebut membahas mengenai pergeseran motivasi seseorang untuk
menjadi anggota legislatif. Penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
media dalam melihat, mengkonstruksi pesan pada pemberitaan dan citra anggota
DPR dalam KOMPAS. Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan kualitatif. Titik fokus dalam penelitian ini adalah dengan memandang
relitas yang ada dalam kehidupan politik dan kekuasaan bukanlah hal yang
natural, akan tetapi adalah sebuah hasil dari konstruksi media. Peneliti
memilih analisis framing yang dikemukakan oleh Zhongdang Pan dan Gerald M.
Kosicki untuk membedah persoalan integritas anggota DPR yang tidak ada
perubahan lebih baik dari waktu ke waktu. Framing sangat sensitive terhadap
pemakaian bahasa tertentu, yang menyangkut pernyataan dari pembuat kebijakan.
Bahkan dalam berita tersebut Pramono menjelaskan
mengapa kualitas DPR makin menurun selama 15 tahun reformasi, bahkan DPR
periode 2004-2009 dinilainya terparah. Dalam surat kabar tersebut juga
dipaparkan “Pada dasarnya motivasi untuk
menjadi anggota legislatif sudah “bergeser”.
Mayoritas anggota legislatif “berhasrat”
dapat kekuasaan, bahkan sebagian lainnya menjadi anggota DPR untuk ekonomi.
Penggunaan kata bergeser dan berhasrat menjadi penegas
kepada pembaca mengenai citra para Anggota DPR yang semakin buruk di masyarakat
dan hanya menggunakan kekuasaan sebagai sarana mengumpulkan pundi-pundi
kekayaan.
Adapun pernyataan Bambang Widjojanto selaku Wakil
Ketua KPK yang juga sebagai narasumber dalam berita tersebut “Saya ngeri dengan pemilu ke depan.
Berdasarkan bacaan saya, ada potensi-potensi uang rakyat yang diambil.”
Membaca tulisan “ngeri”
yang dicetak miring dalam berita tersebut seolah memberikan penegasan
tentang citra para anggota DPR yang sudah tidak baik dalam masalah pengaturan
kepentingan ekonomi. Menggambarkan mengenai realita korupsi yang semakin tak
terelakkan lagi dikalangan para penguasa. Bahkan kepercayaan masyarakat saat
ini terhadap dunia politik sudah mulai pudar melihat realita yang ada tak
kunjung mampu memberikan solusi terhadap persoalan-persoalan yang terjadi di
Masyarakat. Dan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh anggota DPR tersebut,
seolah hanya untuk memenuhi kebutuhan individu dan kelompok dikalangan mereka
sendiri.
Kedudukan media
massa menjelang pemilihan umum (pemilu) secara langsung menjadi hal yang
strategis dan menentukan. Media massa dapat mengalirkan darah kehidupan politik
sehingga proses politik berjalan dinamis. Media massa juga menyebarkan
pesan-pesan yang provokatif maupun menyejukkan. Dalam pemilu, media massa bukan
hanya berfungsi membangun citra orang, kelompok, atau lembaga tetapi
mengendalikan citra sesuai dengan visinya. Menyikapi peristiwa politik, setiap
media memiliki agenda setting yang dibangun di atas misi masing-masing.
Idealisme setiap media senantiasa melingkupi perbedaan misi tersebut. Dalam
agenda setting sikap politik dan motif pemberitaan media atas peristiwa yang
muncul dalam politik tertentu bisa sama bisa juga berbeda. Media merupakan
faktor yang sangat penting bagi pembentukan image dan citra suatu tokoh tertentu.
Dari media kita dapat memperoleh informasi mengenai realitas yang tengah berlangsung di suatu tempat. Sementara, realitas yang dihadirkan media ke hadapan pembaca bukanlah realitas yang sesungguhnya, melainkan yang sudah dibentuk, dibingkai dan dipoles sedemikian rupa oleh media tersebut. Peranan media massa dalam proses mengkonstruksi suatu peristiwa menjadi signifikan dalam pembentukkan realitas sosial. Untuk mengetahui bagaimana media mengkonstruksi berita biasanya digunakan analisis framing.
Dengan menggunakan analisis framing dapat diketahui bagaimana media menggambarkan sebuah peristiwa dengan menonjolkan aspek tertentu dan mengabaikan aspek yang lain, serta bagaimana media menempatkan informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapat alokasi dan perhatian yang lebih besar ketimbang isu lain. Dalam praktiknya, hampir semua media akan menyeleksi isu yang ada, menonjolkan isu tertentu dengan mengabaikan isu yang lain, menonjolkan aspek tertentu dari isu tersebut sambil menyembunyikan dan bahkan membuang aspek yang lain. Verifikasi dan seleksi data, penyajian dalam bentuk berita, hingga penempatannya di sebuah rubrik tertentu.
C. RUMUSAN MASALAH
Media massa diartikan sebagai sebuah entitas yang memiliki peran dan fungsi untuk mengumpulkan sekaligus mendistribusikan informasi dari dan ke masyarakat.[2] Framing itu pada akhirnya menentukan bagaimana realitas itu hadir dihadapan pembaca. Peran media massa dalam kehidupan masyarakat sangat besar, karena media massa tersebut yang mampu mempengaruhi dan merubah cara pikir suatu kelompok masyarakat. Akan tetapi kekuatan media massa ini juga digunakan oleh pemerintah maupun suatu kelompok masyarakat di suatu pemerintahan untuk mempengaruhi opini publik. Dalam dunia politik pun media massa digunakan sebagai alat penyampaian informasi dan pesan yang sangat efektif dan efisien.
Media massa diartikan sebagai sebuah entitas yang memiliki peran dan fungsi untuk mengumpulkan sekaligus mendistribusikan informasi dari dan ke masyarakat.[2] Framing itu pada akhirnya menentukan bagaimana realitas itu hadir dihadapan pembaca. Peran media massa dalam kehidupan masyarakat sangat besar, karena media massa tersebut yang mampu mempengaruhi dan merubah cara pikir suatu kelompok masyarakat. Akan tetapi kekuatan media massa ini juga digunakan oleh pemerintah maupun suatu kelompok masyarakat di suatu pemerintahan untuk mempengaruhi opini publik. Dalam dunia politik pun media massa digunakan sebagai alat penyampaian informasi dan pesan yang sangat efektif dan efisien.
Maka dalam penelitian ini membahas bagaimana citra
anggota DPR berpengaruh besar terhadap konstruk sosial di masyarakat. Memaparkan
bagaimana koran KOMPAS menggambarkan perilaku para wakil masyarakat dalam
bingkai penulis berita, juga tentang keraguan dengan keberadaan para wakil
rakyat yang seolah tidak lagi memikirkan kepentingan rakyat.
Menurut
Gurevitch dan Blumer (1990:270) fungsi-fungsi media massa adalah:
1. Sebagai pengamat lingkungan dari kondisi sosial politik yang ada.
Media massa berfungsi sebagai alat kontrol sosial politik yang dapat memberikan berbagai informasi mengenai penyimpangan sosial itu sendiri, yang dilakukan baik oleh pihak pemerintah, swasta, maupun oleh pihak masyarakat. Contoh penyimpangan-penyimpangan seperti praktik KKN oleh pemerintah, penjualan pasir ke Singapura yang mengakibatkan tujuh pulau hilang dan tenggelam (suatu kerugian yang lebih besar dari sekadar perebutan pulau Sipadan dan Ligitan), perilaku masyarakat yang tidak tertib hukum/anarkis, polemik Susno-Polri, dan lain-lain. Berbagai permasalahan sosial tersebut akan membuka mata kita bahwa telah terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan aturan yang ada.
2. Sebagai pembentuk agenda (agenda setting) yang penting dalam isi pemberitaannya.
Pembentukan opini dengan cara pembentukan agenda atau pengkondisian politik sehingga masyarakat terpengaruh untuk mengikuti dan mendukung rencana-rencana pemerintah. Contohnya: wacana pembatasan subsidi BBM untuk sepeda motor, SKPP Bibit-Candra, dan lain-lain.
3. Media massa merupakan platform (batasan) dari mereka yang punya advokasi dengan bukti-bukti yang jelas bagi para politisi, jurubicara, dan kelompok kepentingan.
Ada pembagian lain dari komunikator politik, yaitu yang disebut dengan komunikator profesional (Carey, 1969). Pembagian ini muncul karena kemajuan-kemajuan dalam dunia teknologi komunikasi. Sehingga ada batasan/pembagian tugas dan peranan penyampaian pesan politik.
4. Media massa mampu menjadi tempat berdialog tentang perbedaan pandangan yang ada dalam masyarakat atau diantara pemegang kekuasaan (yang sekarang maupun yang akan datang).
Media massa sebagai sarana untuk menampung berbagai pendapat, pandangan, dan paradigma dari masyarakat yang ingin ikut andil dalam membangun sistem politik yang lebih baik.
5. Media massa merupakan bagian dari mekanisme penguasa untuk mempertahankan kedudukannya melalui keterangan-keterangan yang diungkapkan dalam media massa.
Hal ini kerap terjadi pada masa Orba, ketika masa Presiden Soeharto berkuasa yang selalu menyampaikan keberhasilan-keberhasilan dengan maksud agar masyarakat mengetahui bahwa pemerintahan tersebut harus dipertahankan apabila ingin mengalami kemajuan yang berkesinambungan.
6. Media massa bisa merupakan insentif untuk publik tentang bagaimana belajar, memilih, dan menjadi terlibat daripada ikut campur dalam proses politik.
Keikutsertaan masyarakat dalam menentukan kebijakan politik bisa disampaikan melalui media massa dengan partisipasi dalam poling jajak pendapat dan dialog interaktif. Hasil dari poling atau jajak pendapat tersebut akan merefleksikan arah kebijakan para politisi.
Seperti hasil poling akhir-akhir ini dinyatakan bahwa sebagian besar masyarakat pemilih pada pemilu 2009, mengharapkan pemerintah hasil Pemilu dapat memprioritaskan perbaikan ekonomi. Hanya sebagian kecil dari masyarakat yang memilih untuk prioritas pemberantasan korupsi. Hal ini yang menjadi kekhawatiran para aktivis anti korupsi bahwa hasil itu akan mempengatuhi arah kebijakan pemerintah sebagai kecenderungan sebagian besar kelompok masyarakat.
7. Media massa bisa menjadi penentang utama terhadap semua upaya dari kekuatan-kekuatan yang datang dari luar media massa dan menyusup ke dalam kebebasannya,integritasnya, dan kemampuannya di dalam melayani masyarakat.
Fakta-fakta kebenaran yang diungkapkan oleh media massa dapat menyadarkan masyarakat tentang adanya kekuatan-kekuatan berupa terorisme atau premanisme, maupun intimidasi dari pihak-pihak tertentu yang mencoba mengkaburkan suatu permasalahan.
8. Media massa punya rasa hormat kepada anggota khalayak masyarakat, sebagai kelompok yang punya potensi untuk peduli dan membuat sesuatu menjadi masuk akal dari lingkungan politiknya.
Adanya kecenderungan dalam menilai para politisi, komunikator politik, aktivis adalah sebagai pihak yang selalu bicara dengan publik. Oleh karena itu Bryce (1900) menyatakan bahwa khalayak komunikasi (khususnya dalam komunikasi politik) pada umumnya akan terpusat pada masalah opini publik.
Dari gambaran di atas mengenai fungsi media massa dalam kaitannya sebagai alat politik, maka semakin jelas bahwa peran media massa sangat besar dalam kekuasaan pemerintahan. Pendapat ini juga dipertegas dengan pernyataan Harold Lasswell, bahwa Politik tidak bisa dipisahkan dari pengertian kekuasaan dan manipulasi yang dilakukan oleh para elit penguasa atau counter elite.
1. Sebagai pengamat lingkungan dari kondisi sosial politik yang ada.
Media massa berfungsi sebagai alat kontrol sosial politik yang dapat memberikan berbagai informasi mengenai penyimpangan sosial itu sendiri, yang dilakukan baik oleh pihak pemerintah, swasta, maupun oleh pihak masyarakat. Contoh penyimpangan-penyimpangan seperti praktik KKN oleh pemerintah, penjualan pasir ke Singapura yang mengakibatkan tujuh pulau hilang dan tenggelam (suatu kerugian yang lebih besar dari sekadar perebutan pulau Sipadan dan Ligitan), perilaku masyarakat yang tidak tertib hukum/anarkis, polemik Susno-Polri, dan lain-lain. Berbagai permasalahan sosial tersebut akan membuka mata kita bahwa telah terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan aturan yang ada.
2. Sebagai pembentuk agenda (agenda setting) yang penting dalam isi pemberitaannya.
Pembentukan opini dengan cara pembentukan agenda atau pengkondisian politik sehingga masyarakat terpengaruh untuk mengikuti dan mendukung rencana-rencana pemerintah. Contohnya: wacana pembatasan subsidi BBM untuk sepeda motor, SKPP Bibit-Candra, dan lain-lain.
3. Media massa merupakan platform (batasan) dari mereka yang punya advokasi dengan bukti-bukti yang jelas bagi para politisi, jurubicara, dan kelompok kepentingan.
Ada pembagian lain dari komunikator politik, yaitu yang disebut dengan komunikator profesional (Carey, 1969). Pembagian ini muncul karena kemajuan-kemajuan dalam dunia teknologi komunikasi. Sehingga ada batasan/pembagian tugas dan peranan penyampaian pesan politik.
4. Media massa mampu menjadi tempat berdialog tentang perbedaan pandangan yang ada dalam masyarakat atau diantara pemegang kekuasaan (yang sekarang maupun yang akan datang).
Media massa sebagai sarana untuk menampung berbagai pendapat, pandangan, dan paradigma dari masyarakat yang ingin ikut andil dalam membangun sistem politik yang lebih baik.
5. Media massa merupakan bagian dari mekanisme penguasa untuk mempertahankan kedudukannya melalui keterangan-keterangan yang diungkapkan dalam media massa.
Hal ini kerap terjadi pada masa Orba, ketika masa Presiden Soeharto berkuasa yang selalu menyampaikan keberhasilan-keberhasilan dengan maksud agar masyarakat mengetahui bahwa pemerintahan tersebut harus dipertahankan apabila ingin mengalami kemajuan yang berkesinambungan.
6. Media massa bisa merupakan insentif untuk publik tentang bagaimana belajar, memilih, dan menjadi terlibat daripada ikut campur dalam proses politik.
Keikutsertaan masyarakat dalam menentukan kebijakan politik bisa disampaikan melalui media massa dengan partisipasi dalam poling jajak pendapat dan dialog interaktif. Hasil dari poling atau jajak pendapat tersebut akan merefleksikan arah kebijakan para politisi.
Seperti hasil poling akhir-akhir ini dinyatakan bahwa sebagian besar masyarakat pemilih pada pemilu 2009, mengharapkan pemerintah hasil Pemilu dapat memprioritaskan perbaikan ekonomi. Hanya sebagian kecil dari masyarakat yang memilih untuk prioritas pemberantasan korupsi. Hal ini yang menjadi kekhawatiran para aktivis anti korupsi bahwa hasil itu akan mempengatuhi arah kebijakan pemerintah sebagai kecenderungan sebagian besar kelompok masyarakat.
7. Media massa bisa menjadi penentang utama terhadap semua upaya dari kekuatan-kekuatan yang datang dari luar media massa dan menyusup ke dalam kebebasannya,integritasnya, dan kemampuannya di dalam melayani masyarakat.
Fakta-fakta kebenaran yang diungkapkan oleh media massa dapat menyadarkan masyarakat tentang adanya kekuatan-kekuatan berupa terorisme atau premanisme, maupun intimidasi dari pihak-pihak tertentu yang mencoba mengkaburkan suatu permasalahan.
8. Media massa punya rasa hormat kepada anggota khalayak masyarakat, sebagai kelompok yang punya potensi untuk peduli dan membuat sesuatu menjadi masuk akal dari lingkungan politiknya.
Adanya kecenderungan dalam menilai para politisi, komunikator politik, aktivis adalah sebagai pihak yang selalu bicara dengan publik. Oleh karena itu Bryce (1900) menyatakan bahwa khalayak komunikasi (khususnya dalam komunikasi politik) pada umumnya akan terpusat pada masalah opini publik.
Dari gambaran di atas mengenai fungsi media massa dalam kaitannya sebagai alat politik, maka semakin jelas bahwa peran media massa sangat besar dalam kekuasaan pemerintahan. Pendapat ini juga dipertegas dengan pernyataan Harold Lasswell, bahwa Politik tidak bisa dipisahkan dari pengertian kekuasaan dan manipulasi yang dilakukan oleh para elit penguasa atau counter elite.
D.Tujuan Dan Kegunaan
Penelitian
ini memiliki tujuan untuk:
- Untuk mengetahui bagaimana konstruksi berita tentang citra Anggota DPR.
- Untuk mengetahui representasi sosok
Anggota DPR
dalam dunia politik yang dilakukan Koran KOMPAS.
- Untuk mengidentifikasi bagaimana
praktek jurnalisme yang dilakukan oleh Koran KOMPAS dalam
mengkonstruksikan dan merepresentasikan para Anggota DPR
menjelang Pemilu 2014.
Kegunaan Penelitian
a. Praktis
Penelitian
ini diharapkan bisa memberikan wawasan, manfaat, pengetahuan dan pemahaman tentang
bagaimana teks pencitraan yang
diproduksi media massa di Indonesia. Selain itu penelitian ini juga diharapkan
bisa memberikan masukan dan landasan bagi para jurnalis yang secara tidak sadar
maupun sadar sudah memproduksi berita yang mengandung pelabelan negatif .
b. Teoritis
Penelitian
ini diharapkan bisa memberikan sumbangan bagi ilmu jurnalistik dan komunikasi
politik, politik dan memperkaya penjabaran teori-teori jurnalistik yang
bersinggungan dengan politik yang kemudian memberikan sumbangan dalam
pengaplikasian secara praktis yang menjadi landasan dalam pembelajaran ilmu
Jurnalisme.
E. Landasan
Teori
a.
Fakta/Peristiwa
adalah hasil konstruksi
Lana F Rakow mengatakan
bahwa bagi kaum konstruksionis, realitas itu bersifat subjektif. Realitas itu
hadir karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas tercipta lewat
konstruksi, sudut pandang tertentu dari wartawan. Tidak ada yang bersifat
objektif, karena realitas itu tercipta lewat konstruksi dan pandangan tertentu.
Realitas bisa berbeda-beda, tergantung pada bagaimana konsep ketika realitas
itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan berbeda. (Eriyanto, 2012)
Para
konstruksionis menganggap bahwa berita yang sudah disajikan atau yang sudah
diterima masyarakat sudah bukan fakta/peristiwa, karena semua berita yang
disajikan tersebut merupakan kejadian yang sudah terkonsruksi atau terbangun
oleh pemikiran-pemikiran wartawan. Jika ada sebuah fakta yang disajikan secara
simbolik, maka realitas tersebut tergantung pada bagaimana fakta tersebut
dikonstruksi. Bagaimana wartawan tersebut menangkap, memahami serta mendapatkan
informasi itulah yang akan menjadikan sebuah berita tersebut menjadi
konstruksi. Dalam pandangan konstruksionis, wartawan dipandang sebagai agen
konstruksi, karena wartawan bukan hanya melaporkan berita, tetapi
mendefinisikan peristiwa. Sebagai aktor sosial, wartawan turut mendefinisikan
apa yang terjadi, dan secara aktif membentuk peristiwa dalam pemahaman mereka.
Bentuk
konstruksi dalam berita dapat dilihat dari berbagai macam hal, seperti
bagaimana wartawan mengambil narasumber, saksi serta bahasa yang digunakan yang
tidak disadari oleh para khalayak bahwa mereka sedang dikonstruksi oleh berita
tersebut.
b. Teori Representasi
Landasan
teori pada penelitian ini adalah teori Representasi, Representasi dapat diartikan
sebagai mewakili, Stuart Hill mengatakan bahwa teori representasi adalah proses
produksi dan pertukaran makna antara manusia atau antar budaya yang menggunakan
gambar, simbol, dan bahasa, atau dapat pula diartikan bahwa representasi adalah
penggambaran konsep yang ada dalam fikiran kita dengan menggunakan bahasa.
Stuart Hill
(1997) dalam culture study menggambarkan bahwa bahasa melukiskan relasi
encoding dan decoding melalui metafora produksi dan konsumsi. Proses produksi meliputi
proses gagasan, makna ideologi profesional, pengetahuan institusional, definisi
dan berbagai asumsi lainnya seperti moral, kultural, ekonomis, politis, dan
spiritual.
Menurut
Stuart Hill, ada tiga pendekatan representasi
1. Pendekatan Reflektif, bahwa makna diproduksi oleh
manusia melalui ide, media objek dan pengalaman-pengalaman di salam masyarakat
secara nyata.
2. Pendekatan intensional, bahwa penutur bahasa baik
lisan maupun tulisan yang memberikan makna unik pada setiap hasil karyanya.
Bahasa adalah media yang digunakan penutur dalam mengkomunikasikan makna dalam
setiap hal-hal yang berlaku khusus yang disebut unik.
3. Pendekatan konstruksionis, bahwa pembicara dan
penulis, memilih dan menetapkan makna dalam pesan atau karya (benda-benda) yang
dibuatnya. Tetapi bukan benda-benda material hasil karya seni dan sebagainya
yang menghasilkan makna, melainkan manusia itu sendirilah yang meletakkan
makna.
F. Metode
Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam analisis ini
adalah deskriptif kualitatif yang menggunakan metode analisa framing Zhongdang
Pan dan Gerald yang bertujuan agar para pembaca memahami bagaiman koran KOMPAS
memaparkan secara jelas citra anggota DPR yang tidak kunjung ada perubahan yang
lebih baik menuju Pemilu 2014 mendatang. Analisis framing menunjukkan bahwa
struktur bahasa dalam berita memberikan pengaruh terhadap aspek lainnya.
Framing merupakan satu pondasi yang memimpin suatu persepsi serta representasi
realitas.
Menurut Pan dan Gerald, ada dua konsepsi dari framing
yang saling berkaitan. Pertama, dalam
konsep psikologi, framing dalam konsepsi ini lebih menekankan pada bagaimana
seseorang memproses informasi dalam dirinya. Framing berkaitan dengan struktur
dan proses kognitif, bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi dan
ditunjukkan dalam skema tertentu. Framing disini dilihat sebagai penempatan
informasi dalam suatu konteks yang unik/khusus dan menempatkan elemen tertentu
dari suatu isu dengan penempatan lebih menonjol dalam kognisi seseorang. Kedua, Konsepsi sosiologis. Jika
pandangan psikologis lebih melihat pada proses internal seseorang, maka konsep
sosiologis lebih melihat pada bagaimana konstruksi sosial atau realitas.
Perangkat
framing dalam pendekatan ini dibagi menjadi empat struktur besar yaitu : Pertama,
Struktur Sintaksis. Sintaksis berhubungan dengan bagaimana wartawan
menyusun peristiwa (pernyataan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa)
kedalam bentuk susunan umum berita, struktur semantik ini dengan demikian dapat
diamati dari bagian berita seperti lead yang dipakai, latar, headline, kutipan
yang diambil dan sebagainya. Kedua, Struktur Skrip. Skrip berhubungan
dengan bagaimana wartawan mengisahkan atau menceritakan peristiwa kedalam
bentuk berita. Struktur ini melihat bagaimana strategi cara bercerita atau
bertutur yang dipakai oleh wartawan dalam mengemas peristiwa kedalam bentuk
berita. Ketiga, Struktur Tematik, tematik berhubungan dengan bagaimana
wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa kedalam proporsi, kalimat
atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan, struktur
ini akan melihat bagaimana pemahaman itu diwujudkan dalam bentuk yang lebih
kecil. Keempat, Struktur retoris. Retoris berhubungan dengan bagaimana
wartawan memakai pilihan kata, idiom, grafik dan gambar yang dipakai bukan
hanya mendukung tulisan, melainkan juga menekankan arti tertentu kepada pembaca
F.1. Subjek
penelitian
Subjek penelitian
ini adalah Koran KOMPAS dan yang menjadi kajian utama adalah headline pada surat kabar
tersebut mengenai Kasus Perbankan Jelang Pemilu untuk Pendanan yang menjelaskan tentang
buruknya sistem ekonomi dikalangan elite politik.
F.2. Jenis data
Jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah berupa wacana, pernyataan narasumber dan teks,yang digunakan untuk mempertegas keterangan yang ada
F.3. Analisis
dan interpretasi data
Analisi data pada
penelitian ini menggunakan konsep framing yang mana dalam analisis framing hal
yang ditonjolkan adalah mengenai hedaline, kata, serta sumber
berita. Dan kerangka pendekatan tersebut dibagi menjadi empat struktur yaitu
Siktatis, Skrip, Tematik dan retoris. Berikut skema mengenai keempat struktur
tersebut
Tabel
1.1
Tabel
Kerangka Framing Pan dan Kosicki
Struktur
|
Perangkat framing
|
Unit yang diamati
|
SINTAKSI:
Cara
wartawan menyusun fakta
|
1. Skema berita
|
Headline,
lead, latar informasi, sumber, pernyataan, penutup
|
SKRIP:
Cara
wartawan
mengisahkan cerita
|
2. Kelengkapan berita
|
5W + 1H
|
TEMATIK:
Cara
wartawan menulis fakta
|
3.
Detail
4.
Maksud Kalimat
5.
Hubungan antar kalimat
6.
Nominalisasi
7.
Koheransi
8.
Bentuk Kalimat
9. Kata Ganti
|
Paragraf, Proporsi
|
RETORIS:
Cara
wartawan menekankan fakta
|
10.
Leksikon
11.
Gambar
12.
Metaphor
13. Pengandaian
|
Kata,
Idiom, gambar/ foto, grafis
|
F.4
Batasan Penelitian
Penelitian ini hanya membahas mengenai bagaiman
pencitraan koran KOMPAS terhadap para anggota DPR dalam persoalan ekonomi dan
keuangan jelang pemilu yang tidak ada perubahan lebih baik dari waktu ke waktu yang
diberitakan pada Edisi, 19 Desember 2013. Semoga dengan penelitian ini akan
terus memunculkan penelitian-penelitan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Eriyanto, Analisis
Framing : Konstruksi, ideologi dan politik media. Lkis. Yogyakarta. 2012
Berita
Koran KOMPAS “DPR
Tak Akan Berubah”, Edisi Kamis, 19 Desember 2013
0 komentar: