Makalah Filsafat Dakwah
PENDAHULUAN
Ilmu
Dakwah di Indonesia sudah sekian lama diperbincangkan.Barang kali sejak
berdirinya Fakultas Dakwah pada tahun 70-an.Tetapi setiap kali dipertanyakan
mengenai dasar epistimologi, ontology dan aksiologinya, jawabannya selalu belum
ditemukan.
Dalam
kegiatan perkuliahan, ilmu dakwah memang cukup memprihatinkan karena langkanya
buku ajar yang dapat dijadikan pegangan baik oleh dosen ataupin mahasiswa.Oleh
karena itu sangat mendesak adanya sebuah buku dasr tentang ilmu dakwah yang salah
satu aspek bahasannya adalah ontology dan aksiologi ilmu dakwah.
Berbicara
mengenai ontology dakwah, ada tiga hal mendasar yang harus dilihat secara
cermat, yakni :
- Manusia
sebagai pelaku dan penerima dakwah
- Islam
sebagai pesan yang disampaikan kepada manusia
- Hidayah
sebagai factor X (sesuatu yang di luar rekayasa manusia)
Sedangkan aksiologi,
memusatkan pada manfaat ilmu tersebut bagi kehidupan manusia.Karena itu ada dua
hal pnting yang harus dilihat dengan cermat pula, yakni :
- Bagaimana
cara melihat atau mendekati dakwah
- Apa
manfaat dakwah dalam kehidupan manusia
A.
Ontologi
Ilmu Dakwah
Secara umum ontology dapat diartikan sebagai
cabang metafisika mengenai realitas yang berusaha mengungkapkan ciri-ciri
segala yang ada, baik ciri-cirinya yang universal maupun yang khas. Jika
dikerucutkan kedalam pemakaian istilah ini dalam suatu telaah teoritis, maka
ontology ialah himpunan terstruktur yang priemer dan basit dari
jenis-jenis entitas yang dipakai unutuk memeberikan penjelasan dalam teori itu.
(Gie, 1989 : 9). Berdasarkan kedua pengertian yang telah dikemukakan ini, dapat
dipahami bahwa landasan ontology ilmu dakwah adalah pmembahas dengan mendalam
bidang telaah lmu dakwah.
Bidang kajian ilmu dakwah bersifat empirik, dalam
hal ini harus dibedakan dari kajian ilmu agama yang juga membahas hal-hal yang
tidak empirik dalam pengertian tidak dapat dijangkau dengan pengalaman. Jika
ilmu agama mengkaji hal-hal seperti ketuhanan, hari kiamat, dan yang
sejenisnya,ilmu dakwah mengakaji hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan
manusia, sosial, kehidupan keagamaan, pemikiran, budaya, estetika dan filsafat
dimana kesemua hal diatas dapat diverifikasi/ diuji langsung (empiris).
Ada
dua hal penting yang mendasari pembicaraan mengenai ontology dakwah, yaitu :
pertama, ilmu dan filsafat;kedua, dakwah dan Al-Qur’an.Sering kita terjebak
pada paradigma yang keliru bahwa filsafat dakwah membahas dakwah dari kacamata
filsafat dengan pemahaman pendekatan genetivus objectivus (menempatkan dakwah
di posisi pinggir dalam ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia.Paradigma yang
harus dikembangkan adalah Subjectivus genetivus (dakwah menjadi sentra kajian
formal).Dalam pemikiran ini, hakikat filsafat dakwah adalah menggali sejauh dan
sedalam mungkin substansi Al-Qur’an dengan sarana akal pikiran.Dalam konteks
ini, akal bisa digunakan untuk memberikan ciri kefilsafatan,sedang Al-Qur’an
memberi ciri kedakwahan dan keislaman.Ini artinya, dakwah akan terbabar dalam
dataran filsafat.Dalam posisi ini dakwah menjadi pusat pengembangan bagi
dirinya baik secara keilmuan maupun praktis.
Ada
tiga aspek yang perlu dicermati, yaitu :
1. Manusia
a. Siapakah
manusia itu ?
Pertannyaan
siapakah manusia telah muncul sejak manusia berada di muka bumi ini.Jawabannya
disusun sesuai perkembangan pemikiran dan pengetahuan.Jawaban tersebut
dijabarkan dalam berbagai disiplin ilmu yaitu, ilmu
sosia,ekonomi,politik,jiwa,biologi,kedokteran dll.Jawaban dari masing-masing
disiplin ilmu tersebut paling tidak menyatakan bahwa manusia terdiri dari dua
unsur :
a) Jasad
yang material, tidk ada bedanya dengan binatang.Jasad manusia ini memiliki
naluri makan, minum, seks dan lain-lain seperti halnya binatang.Yang membedakan
antara manusia dan hewan adalah bahwa naluri manusia berkembang dinamis, sedang
pada binatang berkembang statis.
b) Jiwa
yang bersifat ruhaniyah, memungkinkan manusia untuk berpikir,berbuat dan
berkembang secara dinamis.
Ilmu
pengetahuan dapat memberikan jawaban terhadap pertanyaan di atas hanya pada
adataran jasmaniah (serba terbatas).Ilmu tidak memberikan jawaban pada aspek
kejiwaan yang ruhaniyah atau gaib (QS Isra’ : 85).Dalam maslah ruh ini adalah
rahasia Tuhan.Dengan ruh ini, manusia memiliki ruh atau rasa agama sosial dan
etika.Potensi batin manusia mengakibatkan naluri manusia beda dengan binatang,
karena naluri tidak sekadar digerakan hawa nafsu semata, tetapi juga akal
ruhaniyah (pikiran dan hati atau dzikir dan fikir,rasio dan rasa).Lebih dari
itu, ruh manusia kemudian muncul dari lubuk hati sebuah rasa
ketuhanan,sosial,etika dan estetika yang masing-masing mendorong manusia untuk
berbuat baik.Bagaimana menyatukan unsur jasad,ruh dan akal (rasio dan rasa) ?
Diibaratkan sebuah lingkaran berlapis tiga.Lapisan pertama adalah jasad atau
fisik, kemudian lebih dalam lagi ke lapisan kedua yaitu Faktor objektif dan
subjektif, diantaranya adalah rasio dan rasa.Kemudian berlanjut ke lapisan
paling dalam yaitu lapisan ketiga, yaitu Ruh yang brsifat gaib.
Dengan
segala keutamaan yang dimilikinya, manusia tetap tidak mendapat jawaban dari
semua persoalan dan kebutuhan yang dirasakannya berkaitan dengan rasa ketuhanan
(agama), sosial dan etika karena jawaban yang didapat selalu bertentangan
dengan sesuatu yang lain dan tidak memuaskan.
b. Manusia
dalam pandangan Al-Qur’an
Manusia
adalah makhluk paling sempurna disbanding yang lain, baik itu dari sisi agama
maupun ilmu pegetahuanAgama apapun scara tegas menyatakan bahwa manusia makhluk
unggulan disbanding yang lain (At-Tin:46).Dari sudut pengetahuan, teori evolusi
Darwin, didalamnya dipaparkan bahwa manusia dipandang sebagai titik kulminasi
dari proses seleksi alamiah yang berlangsung ribuan tahun, sehingga muncul
manusia sebagai makhluk terindah dan sempurna (Nasrudin Rozak, 1977:
12-13).Dalam pandangan Islam, manusia berulang kali diangkat derajadnya dan
dinobatkan sebagai makhluk yang jauh mengungguli alam surge,bumi dan bahkan
alam malaikat sekalipun.Akan tetapi, dalam beberapa tempat, derajadnya juga
direndahkan, maka menurut Al-Qur’an manusia terdiri dari dua sifat, yaitu :
a) Sifat
Positif
i.
Manusia adalah khalifah
Allah di bumi (QS [2]:30 ; [6]:165)
ii.
Manusia punya kemampuan
intelegensi tinggi (QS [2]:31-33)
iii.
Kecenderungan menyembah
Allah (QS [7] ; [32]:43)
iv.
Perpaduan Dari
spiritual dan material (QS [32]:7-9)
v.
Pengemban amanah Allah
(QS [33]:72)
vi.
Memiliki kesadaran
moral yang tinggi (QS [91]:7-9)
b) Sifat
Negatif
i.
Zhalim dan bodoh (QS
[32]:72)
ii.
Ingkar Akan nikmat,
tidak mau berterima kasih (QS [22]:66)
iii.
Melampaui batas dan
sombong (QS [96]:6-7)
iv.
Kikir dan banyak
membantah (QS [18]:54)
Dua
kecenderungan sifat manusia di atas sebenarnya dapat dipahami dari dua unsur
baku penciptaan manusia, yaitu : unsur materi yang terdiri dari tanah liat yang
kering dan tanah dengan segala rangkaiannya yang menggambarkan sifat
kerendahan, unsur ruh yang menggambarkan sifat sucinya manusia.
Dua
sifat manusia itu, masing-masing ingin menunjukan hakikatnya dal keidupan
dunia.Di sini, dakwah Islam berperan sebagai proses penyampaian dan penanaman
potensi yang bisa mempengaruhi bahkan menetukan nasib manusia ketika ia
mengambil pilihan.
c. Manusia
dalam pandangan dakwah
Pada
hakikatnya manusia dicipta dalam kondisi yang cenderung pada agama Allah (QS
[30]:30).Sejak dalam kandungan sejatinya manusia telah “taken contract
perjanjian” bahwa Allah adalah Tuhannya (QS [7]:72).Allah sendiri telah
melengkapi dengan dua fungsi, yaitu sebagai
khalifah (QS [2]:30) dan sebagai kehambaan atau pengadilan (QS [51]:56).
Manusia
selalu dihadakan pada berbagai macam tantangan, godaan dan rintangan baik yang
dibisikkan oleh hawa nafsu maupun setan.Oleh sebab itu, Allah memberikan
jembatan dakwah kepada manusia agar ia tetap scara konsisten dan eksis dalam
fitrahnya :
äí÷$#
4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/
ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$#
( Oßgø9Ï»y_ur
ÓÉL©9$$Î/
}Ïd ß`|¡ômr&
4 ¨bÎ)
y7/u uqèd
ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê
`tã
¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur
ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
Dalam ayat di atas, sejauh terkait
dengan manusia sebagai sasaran dan pelaku dakwah, ada tiga hal yang perlu
digaris bawahi, yakni :
i.
Mengajak manusia
kembali ke jalan Tuhan
ii.
Manusia yang sesat dari
jalan-Nya
iii.
Manusia yang mendapat
petunjuk
Fungsi dakwah pada ayat diatas
adalah mengajak manusia kembali ke fitrahnya.Kemudian, dalam ayat itu Allah
telah memastikan bahwa ia lebih mengetahui orang-orang yang sesat dan yang
mendapat petunjuk.Disini, dakwah tetap menjadi suatu keharusan karena dalam hal
ini urusan petunjuk atau sesat adalah hak mutlak Allah; dakwah dan seorang da’I
hanya berikhtiar semata.
Inti pandangan dakwah terhadap
manusia terletak pada sifat dasar manusia yang baik.Maka dalam hal ini, dakwah
memandang manusia dalam prasangka baik (husnudzon).Dalam ayat di atas tercermin
statement hikmah, yang menurut Machfoedl memiliki makna adil dan prasangka
baik.Maka jika seseorang telah berbuat salah atau sesat dari jalan Tuhan,
dakwah akan mengatakan bahwa Allah adalah Maha Pengampun; tidak ada alas an
bagi dakwah untuk berputus asa dalam usaha mengajak manusia kembali ke jalan
Allah.
2. Agama
Islam
Dalam
rangka menjaga eksistensi sebagai makhluk dua dimensi (spiritual dan material),
manusia membutuhkan dua hal dasar yang harus dipenuhi, yakni : kebutuhan
material dan kebutuhan spiritual.
Agama
secara pasti memberikan jawaban atas pertanyaan manusia yang berkaitan dengan
ketuhanan, yang dipaparkan tentang ajran akidah yang berisi tentang siapa
Tuhanyang sebenarnya yang harus disembah.Jawaban tentang rasa sosial manusia
dijabarkan dalam ajaran syari’at yang mejabarkan tentang bagamana tata
kehidupan yang harus dijalani manusia (hukum-hukum).Pertanyaan tentang etika
dijawab oleh Islam dalam ajaran tentang akhlak yang memaparkan bagaimana
bersikap terpuji antarmanusia.Ajaran ini pula yang membatasi sifat
individualistic manusia yang muncul dari dorongan nafsu subjektif dan
primitive.
Agama
berisi petunjuk bagaimana mengekspresikan naluri keyakinan dan perasaandan juga
memberi dorongan untuk mengaktualisasikan ajaran tersebut dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Dakwah
Pertanyaan
mendasar yang harus dijawab kaitannya dengan dakwah adalah jika agama (Islam)
menyediakan ajaran-ajaran hidayah secara langsung dapat masuk dalam diri
manusia, lalu apakah dorongan untuk mengerjakan ajaran agama muncul dengan
sendirinya ? Jika hidayah itu datang kepada manusia setelah datangnya agama
maka dakwah menjadi tidak perlu dan ilmu dakwah tidak akan muncul; dan jika
hidayah Tuhan yang berupa ajaran agama sampai kepada manusia itu melalui proses
maka dalam proses itulah dakwah mempunyai peranan sentral.Posisi dakwah dalam
hal ini adalah upaya atau proses mengajak dan menyeru umat manusia agar kembali
atau tetap berada serta meningkatkan dirinya dalam fitrah, yakni dalam
ketuhanan,sosial dan etika sesuai ajaran Islam seperti fitrah yang dimilikinya
sejak umur 4 bulan dalam kandungan sehingga dalam kehidupan ini terwujud umat
manusia yang baik.
B.
Aksiologis
Dakwah
1. Pengertian
Aksiologis
Aksiologis
adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai dari sudut pandang
filsafat.Sesuatu yang dikatakan bernilai jika ia memiliki unsur baik atau
manfaat dalam kehidupan, misalnya nilai sebuah pisau, nilai sehat, nilai sebuah
barang dll.
Kattsoff
(1987) menjelaskan bahwa hakikat nilai itu ada beberapa kemungkinan :
1) Nilai
adalah kualitas empiris yang tidak dapat didefinisikan
2) Nilai
sebagai objek suatu kepentingan
3) Nilai
pragmatis
4) Nilai
sebagai esensi
2. Pendekatan
dalam aksiologis
Pada
bagian lain, Kattsoff menjelaskan bagaimana mendekati nilai (pendekatan
aksiologis) yang dibedakan menjasi :
a. Nilai
seluruhnya berhakikat subjektif, artinya nilai merupakan reaksi-reaksi yang
diberikan manusia sebagai pemberi nilai.Kaitannya dengan hal ini, maka sangat
tergantung pada pengalaman, penetahuan dan kemampuan pemberi nilai tersebut.
b. Nilai-nilai
merupakan kenyataan ontologis, artinya nilai merupakan esensi logis yang dapat
diketahui melalui akal, yang dikenal dengan objektivitasme logis.
c. Nilai
merupakan unsur-unsur objektif yang menyusun kenyataan, artinya nilai merupakan
hasil dari pengenalan, penambahan dan pembuktian dari suatu yang dinilai
(objektivitas).
3. Upaya
Menelusuri Nilai Dakwah
a. Jika
dilihat dari sudut ilmunya, maka yang muncul adalah nilaikebenaran dari
pengetahuan dakwah tentunya harus ada tolok ukur yang baku, yaitu :
a) Koherensi
antarkonsep dalam pengetahuan
b) Korespondensi,
sesuatu itu bernilai jika sesuai dengan kenyataan
c) Empiris,
sesuatu dikatakan bernilai jika dapat dibuktikan dengan cara empirik/didapat
dari penelitian.
d) Unsur
pragmatis, ernilai jika ada manfaatnya.
b. Sudut
empiric keberadaan dakwah (dakwah sbagai proses).Nilai dakwah dilihat dalam
kenyataan hidup masyarakat, yakni adanya interaksi antara da’I, ajaran, umat
manusia dan segala hal yang mendukung proses dakwah.Ada dua hal penting yang
sebaiknya diyakini dalam nilai dakwah, yaitu : Pertama, Nilai
kerisalahan, dakwah dilihat sebagai penerus,penyambung dan menjalankan fungsi
dan tugas Rasul.Kedua, Nilai rahmat dalam dakwah, ajaran Islam harus
memberikan manfaat bagi kehidupan umat.Sehubungan dengan hal ini maka dakwah
harus mampu menterjemahkan ajran Islam, mengimplementasikan konsep ajaran dalam
kehidupan sehari-hari.Dakwah dalam hal ini lebih menitikberatkan pada tujuan
dakwah secara oprasional entah itu output ataupun input dari kegiatan dakwah
yang dilaksanakan.
Dakwah dari aspek
keilmuan dapat ditelusuri dari sejauh mana konsep-konsep dan teori ilmu dakwah
memberikan kontribusi bagi kehidupan manusia, baik sebagai individu, kelompok
sosial maupun bangsa.
KESIMPULAN
Ada
dua hal penting yang mendasari pembicaraan mengenai ontology dakwah, yaitu :
pertama, ilmu dan filsafat;kedua, dakwah dan Al-Qur’an kemudian hakikat
filsafat dakwah adalah menggali sejauh dan sedalam mungkin substansi Al-Qur’an
dengan sarana akal pikiran.Dalam konteks ini, akal bisa digunakan untuk
memberikan ciri kefilsafatan,sedang Al-Qur’an memberi ciri kedakwahan dan
keislaman.Ini artinya, dakwah akan terbabar dalam dataran filsafat.Dalam posisi
ini dakwah menjadi pusat pengembangan bagi dirinya baik secara keilmuan maupun
praktis.
ONTOLOGI DAKWAH
EMPIRIS
MAKALAH
INI DIBUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT DAKWAH
Dosen
Pengampu Bapak H. Suisyanto
Disusun
oleh :
Siti
Ribiyah Awaliyah 12220006
Khoerul
Bahri 12220010
Safira
Prista Winanda 12220012
Aji
Jati Ningsih 12220034
Nisa
Bella 12220104
BIMBINGAN
DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS
DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2013
0 komentar: